Rabu, 13 Oktober 2010

Lonceng Sekolah

Berbicara tentang sekolah adalah berbicara tentang masa depan anak-anak kita. Di sekolah, mereka dikenalkan dengan berbagai pengetahuan. Dengan bekal pengetahuan tersebut, para orang tua dan guru berharap kelak si anak dapat menjadi manusia yang lebih lebik. Baik dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, politik, moral, dan sebagainya. Harapan ini tentu tak muluk, sebab sekolah merupakan kawah candradimuka untuk membentuk dan mempersipkan anak meraih masa depan yang cemerlang.
Ketika masih kecil, anak-anak begitu semangat ingin bersekolah. Mereka kepingin seperti kakak-kakaknya. Melihat orang dewasa yang menggunakan seragam,bersepatu, memakai dasi, menggunakan tas punggung, mereka sangat tertarik ingin bersekolah. Apalagi kalau mau masuk taman-taman kanak-kanak. Dengan seragam yang sengaja dibuat agar anak-anak bersemangat, taman-taman kanak-kanak begitu menraik perhtian mereka. Ada yang pakai seragam layaknya polisi, ada yang menyerupai badut, atau seragam lain yang sesuai dengan selera anak-anak. Mereka tidak mengerti bahwa di sekolah terkadang tidak seperti yang mereka banyangkan.
Mendengar lonceng sekolah berbunyi mereka tersenyum. Mungkin dalam benak mereka terbayang indahnya sekolah, kawan yang banyak, guru-guru yang baik, serta pelajaran yang menyenangkan. Semua itu menjadi faktor yang membuat mereka tertarik untuk bersekolah. Dalam benak mereka, sekolah mungkin menjanjikan segalanya untuk mereka.
Setelah menjadi murid, dentang lonceng sekolah menjadi pertanda sesuatu akan terjadi. Setiap murid masuk kelas. Lonceng yang berdentang berkali-kali seperti peringatan bahwa di depan mereka terhampar sekian banyak masalah. Mulai dari guru yang killer, mata pelajaran yang tak menarik, banyaknya tugas yang harus diselesaikan, belum lagi maslah pribadi yang menuntut juga untuk dituntaskan. Bagi mereka, lonceng merupakan pertanda bahwa mereka harus bersiap lagi dengan ketegangan belajar.
Pandangan murid banyak yang berubah ketika mereka belum bersekolah dengan ketika masuk sekolah. Sekarang mereka masuk ke dunia yang menuntut mereka untuk bekerja keras. Menyelesaikan semua tugas, berhadapan dengan guru yang tak simpatik, mata pelajaran yang sulit, dan berbagai kesulitan yang akan dihadapi. Memikirkan hal ini tentu sangat sukar bagi sebagian mereka untuk berprestasi, entah itu dibidang akademik maupun olah raga dan seni. Sekolah sampai ada yang mengibaratkan seperti neraka. 

Memang, karena begitu banyaknya siswa, tidak semua guru mampu melayani mereka dengan baik. Ada yang mendapatkan perhatian lebih dari gurunya, dan sebagain yang lain kurang mendapatkan perhatian. Mereka yang mendapatkan perhatian lebih ini, mungkin karena prestasi mereka di sekolah, atau karena  memang ada faktor lain yang membuat guru mereka menjadi lebih perhatian. Namun demikian, banyak juga siswa yang tak mendapatkan perhatian seperti yang mereka inginkan. Mereka ini harinya frustasi. Untuk melampiaskan kekecewaan ini para siswa berbuat macam-macam. Ada yang malas, ada yang  brutal, bahkan ada yang berhenti sekolah. Bagi mereka, sekolah bukan tempat yang nyaman, dan tak seindah yang dibayangkan.
Inilah kenyataan sekolah yang mereka hadapi. Alih-alih mewujudkan masa depan yang cemerlang, mereka justru menuai frustasi di sekolah. Para orang tua terkadang tak peka dengan keinginan anaknya. Orang tua hanya bisa menyalahkan anak yang tak mau sekolah. Demikian pula dengan guru-gurunya. Mereka juga menyalahkan siswa, tanpa mau melakukan cek ulang atas apa yang mereka lakukan kepada para siswanya. Para guru sibuk dengan dirinya sendiri. Mereka menjadi lalai mendampingi para siswanya agar mampu berprestasi.
Guru sibuk dengan perysaratan sertifikasi agar mendapatkan tambahan penghasilan. Sibuk dengan berbagai kegiatan yang tak berhubungan dengan peningkatan prestasi siswanya, bahkan para guru itu sibuk dengan kegiatan yang tak ada hubungannya dengan dunia pendidikan.
Di lain pihak, Depdiknas juga sibuk. Sibuk mengurusi proyek. Mereka lupa mengurusi pendidikan yang menjadi pekerjaan utama mereka. Seharusnya, para guru yang mengajar tidak disibukkan dengan berbagai masalah administrasi. Untuk administrasi, seharusnya Depdiknaslah yang mengurusnya. Dengan demikian guru dapat mengajar dengan tenang. Persoalan penghasilan lebih banyak mempengaruhi kinerja guru. Tunjangan yang sedikit dan terlambat dibayar, fasilitas yang sangat tidak memadai untuk menunjang pekerjaan mereka, menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Guru sering dihadapkan dengan kualifikasi yang tinggi, tapi disisi lain guru justru tak dihargai sepantasnya. Perjuangan guru banyak yang sia-sia.
Lonceng sekolah yang berdentang diharapkan sebagai tanda untuk memanggil siswa agar mereka berprestasi. Dengan lonceng itu diharapkan bukan pertanda bahwa didepannya ada masalah yang menghadang. Tapi, merupakan ajakan agar siswa datang dan mewujudkan apapun yang mereka inginkan untuk masa depan mereka kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar