Kamis, 23 Desember 2010

Krisis Kreativitas

Kreativkah Anda ?
Pertanyaan tersebut perlu dijawab oleh kita semua. Apapun jawabannya akan memberikan pemahaman yang mendalam tentang kreativitas kita. Bila jawabannya “ya” bersyukurlah. Dan bila jawabannya “tidak” kita juga harus bersyukur. Kenapa demikian. Dengan pertanyaan tersebut kita menjadi lebih mengerti tentang diri kita. Apakah kita termasuk orang yang kreativ atau tidak. Orang yang kreatif adalah orang yang memiliki berbagai pilihan, ide, solusi, dan inovasi terhadap sebuah masalah. Setiap menemui sesuatu selalu terlintas berbagai hal tentang hal tersebut.
Bila kita melihat sebuah mainan, atau kita berminat terhadap sesuatu, maka kita terobsesi untuk memilikinya. Entah itu dengan cara di beli atau di buat sendiri. Jaman dulu, segala sesuatu serba terbatas. Setiap penemuan baru pasti membawa pengaruh yang luar biasa bagi kehidupan manusia. Kita, ada yang berusaha meniru penemuan tersebut, dan tak sedikit yang melakukan modifikasi terhadap produk tersebut. Sebut saja televisi. Dulu hanya hitam putih. Tapi dengan berkembangnya kreativitas manusia, sekarang menjadi berwarna. Bentuknya pun beraneka ragam, mulai yang kecil sampai ke yang besar. Begitulah, manusia selalu berusaha untuk melakukan inovasi,
Di masa yang akan datang, kehidupan kita ditentukan oleh seberapa besar kreativitas kita. Sekarang ini, semua hal sepertinya sudah tersedia. Bagi kita yang ingin sukses, maka yang harus dilakukan adalah mengasah kreativitas kita. Kebutuhan hidup yang demikian besar, luas, banyak, dan beragam merupakan tantangan sekaligus peluang. Bagi kita yang kreatif, maka hal itu justru akan menambah semangat, sedangkan bagi yang tak kreatif, maka hal itu merupakan pertanda kematian. Bagi orang yang tak kreatif, kemajuan jaman merupakan petaka, sedangkan bagi yang kreatif, hal itu merupakan anugrah. Orang-orang yang kreatif berusaha untuk memanfaatkan kemajuan tersebut untuk kesejahteraan mereka.
Kreatifitas tidak datang dengan sendirinya. Ia di bentuk sejak dini. Lihatlah para pemuda kita. Mereka yang sejak kecil sudah terbiasa dengan kreatifitas akan berusaha untuk maju dengan berbagai cara. Berbeda dengan mereka yang tidak terbiasa. Mereka selalu menunggu dan menunggu. Kelemahan ini membuat sebagian dari generasi muda kita tidak mampu bersaing. Mari kita berkaca dengan para penyandang cacat yang kreatif. Banyak diantara mereka yang sukses, setidaknya mereka mampu menghidupi diri mereka sendiri. Berbagai kegiatan mereka lakukan. Ada yang membuat hiasan dinding, melukis, membuat peralatan rumah tangga, dan sebagainya. Mereka tidak menyerah dengan kondisi yang serba terbatas. Mereka selalu mengolah kretifitas mereka untuk membangun dirinya. Bagi kita yang sempurna secara fisik dan mental, seharusnya kita menjadi orang yang kreatif.
Lembaga pendidikan, baik yang formal maupun non formal diharapakan dapat menjadi pusat pengembangan kreatifitas. Peran ini sungguh strategis. Anehnya, hanya sedikit yang mau melakukan peran ini. Lembaga pendidikan kita terpasung oleh kurikulum yang terkadang justru membunuh kreatifitas anak didiknya. Padahal, bila lembaga pendidikan dengan guru-gurunya memiliki kesempatan dan kemampuan untuk melakukan ini. Masalahnya adalah jangankan menumbuhkan sikap kreatif, para gurunya saja tidak kreatif. Hal ini merupakan mimpi buruk bagi para siswanya. Jadi tak heran bila ketika mereka tamat, mereka bingung harus melakukan apa. Lembaga pendidikan hendaknya mampu mengeksplorasi kemampuan siswanya agar mampu berpikir kreatif. Karena, dengan kemampuan kreatif tersebut, mereka mampu bersaing dalam meningkatkan kesejahteraannya.

Berpikir Dua Arah
Pikiran merupakan kunci utama kreativitas. Kita mengenal dua macam pola pikir. Ada yang berpikir secara Konvergen, dan ada pula yang secara Divergen. Pola pikir konvergen adalah pola pikir yang dilakukan secara sistematis, runtut, dan terstruktur. Contoh mereka yang menggunakan pola pikir ini adalah para dosen, peniliti, dan profesi sejenisnya. Sedangkan pola pikir divergen adalah pola pikir yang luwes dan fleksibel. Karena luwes dan fleksibel, pola pikir ini kadang meloncat-loncat. Mereka yang terbiasa dengan pola pikir ini adalah para seniman dan sejenisnya.
Kita boleh memilih salah satu diantara keduanya, dan akan lebih baik lagi bila kita mampu menggabungkan keduanya. Bagi kita yang terbiasa dengan pola pikir tertentu, itu akan lebih baik bila mampu dimanfaatkan dengan baik. Siapapun anda, dan pola pikir apapun yang anda gunakan, gunakan lah dengan sebaik-baiknya. Kreativitas sebenarnya tidak memandang jenis pikiran yang seperti apa. Kreativitas adalah kemampuan kita untuk memanfaatkan pola pikir tersebut dengan sebaik-baiknya. Bila senang dengan yang konvergen, gunakan kemampuan analisa, system, struktur, runtut tersebut dengan baik. Anda bisa membuat konsep dengan baik. Atau anda bisa melakukan eksplorasi secara mendalam tentang sesuatu yang bersifat analis, runtut, dan struktural. Demikian sebaliknya, bila kita suka dengan pola pikir divergen. Kemampuan kita untuk mencari sesuatu yang lain merupakan potensi yang luar biasa. Kita mungkin tidak suka dengan segala sesuatu yang teratur, tapi kita suka dengan sesuatu yang luwes dan fleksibel.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah menyadari pola pikir seperti apa yang senantiasa kita lakukan. Bila kita bissa menemukan hal ini akan lebih mudah bagi untuk berbuat kreativ. Masalahnya, seringkali kita tidak mengetahui bentuk pola pikir kita. Konvergen atau divergen bukan masalah. Masalahnya adalah bagaimana kita menggunakan pola pikir tersebut dalam meningkatkan kreativitas kita.
Tantangan terberat bagi kita adalah memanfaatkan semua potensi pola pikir yang kita miliki. Seringkali tidak bisa berbuat apa-apa hanya karena kita tidak mampu memikirkan alternative pemecahan masalahnya. Kondisi ini tentu membuat kita merasa bosan, dan akhirnya kita merasa cemas. Sesungguhnya, di dalam kebosanan dan kecemasan itu memacu kita untuk kreatif. Banyak orang yang berpandangan bahwa kreativitas itu akan muncul ketika kita berhadapan dengan masalah, dan masalah umumnya berhubungan dengan kebosanan dan kecemasan itu. Jadi, bila kita tidak ingin  bosan dan cemas, tumbuhkan kreativitas.
Kita sudah tahu bahwa pola pikir itu ada dua macam, yaitu konvergen dan divergen. Tantangan selanjutnya adalah memadukan keduanya. Mungkin kita bertanya, mungkinkah kedua pola itu dipadukan. Saya sangat yakin bahwa keduanya bisa dipadukan. Yang penting adalah kemauan kita untuk memadukannya. Sekarnag ini tidak bisa hanya terpaku apda satu hal. Kreativitas menuntut kita untuk lebih banyak memahami berbagai hal. Alangkah lebih baik, indah, dan menantang bila kemampuan analitis, structural dan runtut dipadukan dengan kemampuan yang luwes dan fleksibel. Orang yang kreativ akan sangat sulit ditebak. Pada saat tertentu mungkin teratur dan sistematis, disisi lain lebih luwes dan fleksibel. Intinya, kita harus mampu berpikir dua arah, yaitu konvergen dan divergen.
Untuk menjadi kreativ membutuhkan pemikiran divergen, yaitu menghasilkan ide-ide yang unik dan banyak, serta kemudian berpikir konvergen, yaitu menggabungkan ide-ide tersebut ke dalam hasil terbaik.

Jangan berhenti bertanya
Tanda orang yang berpikir adalah dengan bertanya. Semakin banyak kita bertanya akan semakin baik. Kreativitas dimulai dari pertanyaan. Ketika kita menemukan sesuatu, maka yang pertama muncul dalam pikiran kita adalah pertanyaan. Pertanyaan tersebut dapat berupa “apa, siapa, mengapa, dimana, dan bagaimana”. Dari beberapa pertanyaan tersebut akan muncul pemikiran tentang sesuatu yang lain dari sesuatu yang kita temukan itu. Hal ini menuntun kita untuk melakukan proses berpikir lebih lanjut, entah itu inovasi, reformasi, atau yang lainnya.
Pertanyaan itu muncul karena kita memiliki minta terhadap sesuatu itu, atau minat kita muncul ketika kita mempertanyakan sesuatu itu. Kedua hal ini saling kelindan membentuk pola pikir. Minat yang terbentuk terhadap sesuatu akan memunculkan pertanyaan. Kita akan kehilangan minat bila kita berhenti untuk mempertanyakan sesuatu itu. Pertanyaan-pertanyaan seperti “siapa yang membuatnya, kapan dibuat, kenapa dibuat, serta bagaimana membuatnya”, akan merangsang otak kita untuk melakukan sesuatu yang lebih jauh. Minimal akan timbul pertanyaan “apa yang bisa saya lakukan untuk mendapatkan sesuatu yang baru, dari sesuatu yang sudah ada ini. Tindakan selanjutnya adalah rekayasa, inovasi, reformasi dan sebagainya. Langkah terakhir adalah mewujudkannya dalam tindakan nyata.
Orang-orang yang kreativ tidak pernah puas dengan yang sudah ada. Mereka selalu gelisah memikirkan sesuatu yang lain dari yang sudah ada sekarang ini. Mereka selalu termotivasi untuk menemukan sesuatu yang baru, dan umumnya mereka terbuka. Inilah salah satu kunci keberhasilan orang kreativ. Kepuasaan membuat mereka terlena dan membuat mereka mandeg. Mereka selalu berusaha untuk mempertanyakan sesuatu, serta mencari perubahan atas apa yang sudah, dan perubahan tersebut ditujukan untuk sebear-besarnya kesejahteraan umat manusia.
Hal yang paling ditakutkan adalah hilangnya kreativitas dari kehidupan manusia. Minimal, kurangnya kreativitas membuat hidup kita menjadi terhambat. Dampak krisis kreativitas sama besarnya atau bahkan lebih besar dari krisis keuangan dunia. Sebab, krisis keuangan hanya dapat diatasi dengan kreativitas para pengelolanya. Manusia kreativ akan mampu memanfaatkan dunia dan seisinya untuk kemakmuran umat manusia itu sendiri.
Ilmu pengetahuan yang kita miliki sudah sepatutnya menjadi jalan bagi kita untuk mengembangkan diri. Pola pikir yang terbentuk harus mampu menjadikan kita manusia yang terus berusaha untuk melakukan beragam inovasi. Kesuksesan kita tidak semata kemampuan kita untuk mengumpulkan hara benda sebanyak-banyak. Tapi kesuksesan adalah bagaimana kita dapat menjadikan diri kita berguna untuk umat manusia, dan salah satu jalannya adalah dengan mengembangkan kreativitas.

Rabu, 22 Desember 2010

Ibu, dan ASI Yang Terlupakan

Hari ini, tanggal 22 Desember 2010, kita bangsa Indonesia merayakan Hari Ibu. Setiap tahun diadakan perayaan. Tahun inipun berbagai kegiatan dilaksanakan untuk memeriahkan Hari Ibu tersebut. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk memuliakan kaum ibu yang telah melahirkan generasi penerus bangsa. Peran Ibu memang sangat sentral. Selain sebagai orang tua, ibu juga memberikan peran bagi kehidupan manusia dan lingkungannya. Ibu berperan dalam membentuk watak manusia sejak lahir sampai dewasa. Setiap ibu adalah perempuan, tapi tidak semua perempuan bisa berperan sebagai ibu. Tantu ibu yang dimaksudkan di sini adalah ibu yang benar-benar menjadikan anaknya manusia yang berguna, baik di dunia ini, maupun di akhirat kelak.
Saat ini, peran kaum ibu tidak hanya sebatas sebagai pelayan suami dan anak-anaknya. Tetapi sudah sangat banyak ibu-ibu yang berperan dalam penentuan nasib bangsa untuk masa yang akan datang. Mereka berkecimpung dalam berbagai bidang kehidupan. Ada yang jadi pegawai negeri, pengusaha, politisi dan sebagainya. Mereka turut serta dalam usaha membangun bangsa Indonesia yang kita cintai ini. Ibu merupakan bagian dari sebuah keluarga yang memiliki posisi yang sangat strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan anak-anak dan keluarganya. Ada istilah yang sering kita dengar sehubungan dengan peran ibu. “Kasur, sumur, dan dapur” merupakan istilah yang menggambarkan begitu sempitnya peran kaum ibu. Namun demikian, apabila ketiga peran tersebut dapat dilakukan dengan ikhlas oleh ibu, maka tidak ada lain balasannya adalah surga yang telah dijanjikan oleh Allah SWT.

Bagitu banyak peristiwa yang mewarnai kehidupan ibu. Ada yang berusaha untuk menjadi ibu terbaik bagi anak dan keluarga. Namun, banyak juga ibu yang justru menjadi sumber musibah bagi keluarganya. Ada ibu yang tega “menjual” anaknya demi kekayaan dan kesenangan. Ibu semacam ini tentu bukan ibu yang diharapkan oleh anak, keluarga, bangsa dan Negara. Selain itu, peran ibu dan ayah seringkali bertentangan. Ada  ibu yang ingin berkarya lebih besar di masyarakat, dan mengesampingkan keluarganya, sedangkan ayah menginginkan peran yang sebaliknya. Ibu lebih mementingkan karir, usaha, presitse, dan sebagainya serta mengesampingkan anak-anak dan keluarganya. Tak sedikit ibu yang menitipkan anak-anaknya di tempat penitipan anak, atau kepada tetangganya demi karir, kekuasaan, kekayaan dan kesenangan semata. Hal ini memang tak bisa dipungkiri. Sebab, sesungguhnya ibu juga manusia yang butuh aktualisasi diri. Namun demikian, hendaknya ibu harus bisa menempatkan dirinya sebagai pilar bagi keluarganya.

ASI Yang Terlupakan
Setiap manusia yang terlahir ke dunia ini tentu pernah merasakan Air Susu Ibu (ASI). Bagi mereka yang merasakan enaknya ASI tentu akan selalu ketagihan. Itulah sebabnya, balita yang menyusu dengan ibunya akan sulit untuk dihentikan. ASi adalah makanan dan minuman dan makanan yang tak pernah di tolak uleh balita. Bahkan, bila ibu terlambat memberikan ASI, maka bayi atau balita akan menangis. Makanan buatan manusia yang lain seringkali tak menarik buat bayi atau balita. Walaupun kandungan yang ada dalam makanan tersebut sangat baik dan dibutuhkan mereka. Sampai saat ini tak ada makanan yang bisa menandingi ASI yang di konsumsi oleh balita.
Setelah anaknya berumur beberapa minggu, banyak ibu-ibu yang lebih memilih memberikan susu buatan pabrik dibandingkan  ASI. Hal ini dilakukan untuk menjaga bentuk tubuh mereka agar tetap indah dan bagus. Selain itu, mereka juga lebih percaya bahwa susu buatan pabrik pebih baik dari susu yang di produksi di dalam tubuh ibu itu. Hal ini tentu membuat kesenjangan psikologis antara ibu dan anak. Ibu lebih percaya kepada susu yang di produksi oleh binatang dibandingkan dengan yang ada di dalam dirinya. Hal ini tak jarang membuat perilaku anak (maaf) lebih binatang dari binatang. Karena tak ada hubungan langsung antara ibu dan anaknya, si anaknya justru menjadikan ibu sebagai musuh.
ASI merupakan makanan terbaik yang bisa diberikan oleh ibu kepada anaknya. Namun demikian, anak seringkali tidak sadar akan hal ini. ibu memelihara anaknya sampai si anak mampu berumah tangga sendiri. Walapun demikian, masih banyak juga orang tua, terutama ibu yang tetap memberikan bimbingan kepada anaknya dalam memelihara kehidupan rumah tangga mereka. Inilah bentuk kasing sayang orang tua yang tak terukur. Ibu terkadang menjadi musuh yang sangat berbahaya menurut anaknya. Setiap perbuatan yang dilakukan anak selalu dilarang oleh ibu. Anak ingin kebebasan yang terbatas, sementara ibu menginginkan anaknya hidup teratur, selamat, baik, dan sejahtera. Perbedaan kedua pandangan ini membuat hubungan ibu dan anak menjadi renggang.
Setelah dewasa, anak tumbuh dengan pikirannya sendiri. Segala sesuatu yang bertentangan dengan pikirannya dianggap salah. Walaupun hal pikiran tersebut datangnya dari ibu, anak tetap merasa bahwa dirinya adalah miliknya sendiri, ornag lain tak boleh ikut mengatur hidupnya. Kesenjangan ini membuat hubungan ibu dan anak menjadi tidak harmonis. Padahal, bila si anak sadar dan ibunya mampu memberikan penyadaran yang baik, hal tersebut tak perlu terjadi. Orang tua tentu memiliki hak dan kewajiban terhadap anaknya. Berapapun usia anak, atau apapun status anak, orang tua tetap memiliki hak dan kewajiban. Hak kewajiban tersebut berupa pertimbangan, saran, pendapat, pikiran, dan sebagainya. Anak harus menyadari hal ini.
ASI yang mengalir ke tubuh anak merupakan jembatan yang menghubungkan kesadaran anak kepada ibunya. Ini menggambarkan bahwa ibu harus tetap memberikan yang terbaik bagi anaknya. Demikian pula dengan anak, harus sadar bahwa ia bukan terlahir dengan sendirinya, serta setiap tetes ASI yang diberikan ibunya adalah tumpahan kasih sayang  dan kecintaan yang tulus serta pengorbanan terbesar yang diberikan oleh ibu kepadanya.

Kesejahteraan Ibu
Banyak ibu-ibu yang menjadi tulang punggung keluarganya. Ini terjadi karena berbagai alas an. Umumnya karena suami tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga secara layak. Ibu yang berprofesi sebagai pekerjaan memang bukan hal yang aneh. Namun demikian, yang diharapkan adalah perhatian terhadap keluarga jangan sampai dikorbankan. Jangan sampai untuk urusan pekerjaan lebih dipentingkan dibandingkan dengan urusan keluarga. Untuk mengatasi hal tersebut, kesejahteraan ibu harus diutamakan. Ibu harus mendapatkan perhatian dan kesejahteraan yang utama. Sebab, di tangan ibu lah letak keberhasilan pembinaan generasi muda bangsa. Bila ibu sejahtera, maka akan dihasilkan generasi yang baik dan berguna.  Demikian sebaliknya. Jangan berharap besar kepada generasi muda bangsa, bila orang yang mengasuh mereka tidak sejahtera.
Kesejahteraan ibu merupakan kesejahteraan keluarga. Kesejahteraan tersebut, meliputi sandang, pangan, dan perumahan. Mustahil memberikan kesejahteraan tanpa ketiga hal tersebut. Hal yang utama adalah makanan atau pangan. Ibu harus mendapatkan asupan gizi yang cukup dalam kehidupan sehari-harinya. Mustahil mendapatkan keluarga sejahtera tanpa menyejahterakan ibu. Disinilah letak peran lelaki atau suami, atau ayah. Suami harus mampu memberikan dan mencukupkan kebutuhan ibu dengan baik. Sebagai tiang utama keluarga, ayah atai suami berkewajiban mendahulukan kepentingan keluarganya. Kebutuhan ibu tidak hanya sebatas kebutuhan jasmani semata, namun ibu juga memerlukan kebutuhan rohani. Keluarga harus memberikan kesempatan kepada ibu untuk memenuhi kebutuhan ini. misalnya dengan memberikan kesempatan kepada ibu untuk bersosialisasi dengan masyarakat di sekitar liingkungannya. Menambah pengetahuan, dan sebagainya. Kebutuhan ini sama pentingnya dengan kebutuhan akan pangan dan sandang. Karena itu, kebutuhan ini harus dipenuhi dalam rangka memberikan keseimbangan hidup kepada si ibu.
“Selamat hari ibu”. Semoga ibu-ibu kita semakin sejahtera di masa-masa yang akan datang. Wallahu a’lam bishawab.

Senin, 13 Desember 2010

Trik Mengatasi Hambatan

Setiap kita tentu pernah, bahkan sering mengalami hambatan dalam hidup. Hambatan tersebut ada yang ringan, dan ada pula yang berat. Yang ringan, tentu mudah untuk diatasi, tapi yang berat tentu akan sulit untuk diatasi. Demikian pula dengan respon kita terhadap hambatan tersebut. Ada orang yang cepat tanggap dengan hambatan yang menerpa hidup mereka. Ada pula yang demikian lambat, sehingga hambatan tersebut hampir merenggut kehidupan mereka.
Dengan segala hambatan dan rintangan tersebut, Tuhan menguji manusia, apakah manusia itu percaya atau tidak kepada-Nya. Untuk itu, Tuhan memberikan cara dan jalan untuk mengatasi semua hambatan. Tak ada hambatan yang tak teratasi. Tak ada masalah yang tak terselesaikan. Semua itu tergantung kepada manusia itu sendiri untuk mengatasinya. Berbagai jalan, cara, trik diberikan agar kita mampu mengatasi semua hambatan yang menghadang di depan kita. Semua itu tergantung kepada kita apakah mau atau tidak mengatasinya.

Berikut ini beberapa hal yang perlu kita perhatikan ketika kita berhadapan dengan masalah. Pertama.  Memahami hambatan yang benar-benar dapat dihindari atau diatasi. Setiap hambatan, ada yang bias dihindari dan ada yang tidak. Kita harus mampu mengenali setiap hambatan tersebut beserta dengan segala hal yang mengikutinya. Besar kecil pengaruhnya, sulit dan tidaknya untuk diatasi, apa penyebabnya, dan harus mencari jalan untuk mengatasinya. Semua itu harus dilakukan agar kita dapat mengambil tindakan yang tepat untuk mengatasinya.
Kedua. Mengakui bahwa hambatan itu ada, dan bagaimana anda bereaksi terhadapnya. Reaksi merupakan respon kita terhadap hambatan yanga ada. Ada orang yang sangat peka dengan hambatan. Sekecil apapun hambatan  yang ada pasti ketahui. Demikian sebaliknya, ada orang yang sangat lambat memahami hambatan yang sedang dihadapinya. Setelah hambatan tersebut menjadi besar baru ia sadar. Ini menunjukkan kesadaran dan reaksi kita terhadap semua hambatan yang ada. Kita perlu menyadari bahwa kita sedang berhadapan dengan hambatan. Ketika kita tahu akan hal itu, jangan pernah menganggapnya remeh. Ambil tindakan yang perlu dan sesuai untuk mengatasinya. Dengan demikian, semua hambatan yang terjadi dapat diatasi, setidaknya, hambatan tersebut dapat dilokalisir agar tidak menyebar kemana-mana.
Ketiga. Jangan biarkan diri Anda menjadi emosional. Sadarkan diri bahwa segala hambatan itu pasti terjadi dalam setiap bagian kehidupan manusia. Emosional bisa jadi akan menambah pelik hambatan yang ada. Lakukan tindakan secukupnya sebelum anda memiliki informasi yang lengkap tentang hambatan tersebut. Perasaan dan sikap emosional seringkali muncul dari alam bawah sadar kita. Karena itu, diperlukan kemampuan dan kesiapan mental yang cukup dalam menghadapi setiap hambatan. Hal ini memang tidak gampang, tapi dapat dilakukan.  Hambatan selalu dating silih berganti. Belum selesai yang satu muncul yang lain. Demikian seterusnya. Karena kurangnya persiapan, dan hal tersebut tak terduga, kita menjadi emosional menghadapinya. Akibatnya, bukannya hambatan tersebut menjadi teratasi, malah mendatangkan hambatan baru lagi. Hidup menjadi stress dan kita kehilangan arah. Semua ini tentu membawa akibat buruk bagi kita, dan terkadang membawa dampak yang buruk bagi lingkungan kita.
Keempat. Berbicara dengan orang lain yang mengalami masalah yang sama atau mirip. Semua orang tentu mengalami masalah atau hambatan dalam hidupnya. Berbagi merupakan salah satu cara untuk mengatasi semua hambatan tersebut. Apalagi bila kita berbagi dengan orang yang memiliki masalah atau hambatan yang sama. Hal ini perlu dilakukan untuk mencari solusi atau bersama-sama mencari solusi atas hambatan yang sedang kita hadapi. Beban mental yang kita rasa akan  terasa lebih ringan bila kita mampu membaginya dengan orang lain, apalagi bila orang tersebut memiliki hambatan yang sama dengan kita.
Kelima. Memahami bahwa jika Anda menyerah pada masalah, hidup anda akan hancur. Ketidakmampuan kita mengatasi semua hambatan merupakan factor penentu hidup kita. Banyak orang yang tak mampu menngatasi semua hambatan yang ada. Mereka lari dari hambatan tersebut. Tindakan tersebut bukan mengatasi hambatan tapi bias menambah hambatan. Orang yang kuat adalah orang yang mampu mengatasi semua hambatan yang ada. Dan akhirnya, tentu kesuksesan yang diraih. Jangan pernah menyerah. Indahnya hidup justru terletak pada kemampuan kita mengatasi semua hambatan dan masalah yang ada. Lihatlah, bagaimana dengan saudara kita tak mampu mengatasi hambatan. Ada yang stress, gila, strok, bahkan ada yang sampai bunuh diri. Mau kah kita seperti mereka ?
Penting untuk diingat setiap kali Anda mengalami semacam kesulitan, Anda selalu memiliki pilihan. Anda dapat membimbing diri anda untuk frustrasi, atau memaksa diri Anda untuk mengadopsi sikap mental yang positif dan mendorong untuk maju. Hanya berpura-pura untuk merasa positif tentang masalah, sering akan meringankan suasana hati Anda. Wallahu a’lam.

Sabtu, 11 Desember 2010

Tersesat ....... (cerpen bag. III habis)

Kembali ia mencoba untuk berjalan. Kali ini ia menemukan batang pohon kecil bekas ditebas. Ia berpikir bahwa ini merupakan tanda bahwa orang pernah lewat daerah ini. Ada rasa optimis dihatinya. Biasanya orang yang biasa masuk hutan akan memberikan tanda daerah yang dilewatinya. Tanda tersebut berupa bekas tebasan pohon semak atau perdu. Tak lama ia menemukan bekas jalan setapak yang sudah mulai ditumbuhi rerumputan. Rasa optimisnya untuk menemukan jalan kembali menjadi semakin besar. Langkahnya mulai terasa ringan. Walaupun ia tak yakin bahwa jalan yang dilaluinya akan mengantarkannya bertemu dengan teman-temannya, tapi ia tetap berjalan. Sakit yang semalam  ia rasakan di kaki dan tangannya, kini mulai terasa ringan. Namun di tengah jalan ia di landa kebingunan, kemana harus melangkah. Bukankah sebuah jalan memiliki awal dan ujung. Awal merupakan tempat kita mulai berjalan, dan akhir merupakan ujung dari jalan tersebut. Pada saat ini ia harus menuju ke arah jalan kembali itu. Sebab, awal jalan merupakan tempat pertama berpisah kemaren. Kebingungan mulai melanda, apakah terus berjalan ke depan atau  balik ke arah belakang. Dilihatnya matahari yang sudah menampakkan sinarnya. Ia teringat bahwa kemaren, ketika berpisah, matahari berada didepannya. Bila sekarang matahari berada didepannya, maka ia harus berbalik arah.
Dalam perjalanan berbalik arah itu, rasa haus kembali mendera. Maklum saja, matahari bersinar dengan terik. Walaupun jam menunjukkan pukul 09.00 WIB pagi, tapi panasnya sudah terasa menyengat. Didepannya ada kubangan air berukuran kurang lebih satu meter persegi. Segera ia dekati air itu. Terlihat disana sini banyak bekas kaki binatang. Ada bekas kaki rusa, kijang, ada juga bekas kaki burung dan sebagainya. Ia sibakkan permukaan air untuk mendapatkan air yang tak mengandung serpihan daun atau ranting kecil. Ia minum sepuasnya. Diisinya botol airnya dengan penuh. Setelah itu dibasuhnya muka serta diusapnya kepala dengan air itu. Ada rasa segar menyusup dari kulit kepalanya. Rasa segar menjalar ke seluruh tubuh.
Dikejauhan terdengar seperti suara orang memanggil-manggil namanya. Ia berhenti membersihkan kakinya dengan air. Ia diam mencoba mencari arah suara itu. “Mungkinkan itu suara teman-teman saya” pikirnya. Suara panggilan itu sepertinya timbul tenggelam. Angin yang membawa suara itu kadang kencang kadang lambat, jadi, suara yang terdengar juga kadang muncul kadang tenggelam. Ia tersenyum. “Aku  akan segera menemukan mereka” bisiknya. Ia segera bergegas meninggalkan tempat itu, mencari sumber suara yang memanggil namanya.

“Ooooooiiiiiiiiiiiiiiiiiii” ……….. ia berteriak keras. Gema suaranya seperti hilang di telan bumi. Tak ada suara sahutan. Kembali ia berteriak. Tak ada juga sahutan. Ah….mungkin suara tadi hanya suara lain saja katanya. Ia tetap melangkah sambil sesekali menebas rerumputan dan tumbuhan kecil yang mengganggu langkahnya. Ia berteriak lagi. Suaranya lebih nyaring dan karena tenggorokannya sudah lega, karena baru saja di basuh dengan air. Sambil berjalan ia berteriak. Terkadang nyaring, terkadang lemah. Diselingi batuk, ia tetap berteriak, berharap ada diantara temannya mendengarkannya. Setelah sekian lama berjalan, ia pun kelelahan. Di sebuah pohon meranti yang cukup besar, ia berteduh.
Dari kejauhan ia mendengar lagi orang memanggil-manggil namanya. Sayup-sayup suara itu, kadang timbul kadang tenggelam. Ia berhenti berteriak serta menghentikan langkahnya. Dengan berdiri tegak ia coba untuk mendengarkan lebih teliti lagi suara itu. “Betul. Mereka memanggil namaku” kembali ia berbicara dengan dirinya sendiri. Ia pun semakin bersemangat melangkah untuk mencari asal suara itu. “aku harus memperhatikan arah angin” ujarnya lagi. “paling tidak angin itu memberi petunjuk bahwa suara itu dari arah sana,dan tentu sudah tak terlalu jauh dari sini” ujarnya kembali. Ia tak berteriak lagi, takut kalau suaranya justru menghilangkan suara dari teman-temannya.
“Aduh …..?? tiba-tiba ia berteriak. Seekor penyengat terbang dari arah kakinya. Dipegangnya kakinya yang sakit, serta dilihat ada bintik merah di sana. Ternyata penyengat itu menyerangnya. Ia tak tahu dari mana asal penyengat itu. Ia pun bergegas meninggalkan tempat itu. Sekilas ia melihat bahwa kira-kira tiga meter arah kanannya ada sarang penyengat. Buru-buru ia mengambil air liurnya dengan menggunakan tangannya. Kemudian air liur itu ia sapukan ke bekas gigitan penyengat tadi. Ada rasa perih. Ia teringat pesan almarhum ibunya, bahwa apabila kita tergigit penyengat, maka oleskan air liur kita di tempat bekas gigitannya. Air liur kita akan menghalangi pembengkakan kata ibunya. Kakinya masih terasa perih. Sebenarnya ia belum pernah mempraktekkan pesan ibunya itu. “Mudah-mudahan pesan ibu manjur” bisiknya lagi.
Suara orang memanggil namanya semakin jelas. Suara itu sudah pasti suara teman-temannya sesama pencari damar garu.
“Diiikuuu ……..” suara itu semakin jelas.
“Mereka semakin dekat” ujarnya sambil mengmabil botol minuman yang masih tersisa separo. “Ooooiiiii…. Aku disini ….” Teriaknya. Suaranya agak serak. Suara teriakan temanya semakin jelas. Arahnya dari belakang. Ia pun berputar arah, berjalan ke arah belakang dari asalnya tadi. Ia semakin bersemangat. Langkahnya di percepat, walaupun masih perih akibat tertusuk duri dan sengatan penyengat. Namun semua itu tak dihiraukannya. Karena semangatnya ia tak memperhatikan kembali jalan yang dilaluinya. Kepalanya terantuk sebatang pohon. Pening dan seakan berputar-putar. Keadaan itu memaksanya untuk berhenti. Jalan yang dilaluinya memang bukan jalan setapak yang mulus. Di tengah jalan banyak duri, kayu yang besar atau kecil, serta semak belukar. Maklum karena jalan ini memang jarang dilalui. Jadi, tak heran bila kita lengah berjalan, mungkin kepala kita terantuk kayu, terinjak duri, atau tersangkut ranting pohon. Napasnya tersengal. Ia terduduk. Kepalanya masih berdenyut. Pohon sebesar paha orang dewasa itu terantuk dikepalanya. Ketika akan melewati pohon itu rupanya ia kurang menundukkan kepalanya. “Sial …..” umpatnya dalam hati.
Suara teman-temannya semakin jelas terdengar. Sesekali ia menyahut panggilan teman-temannya itu. Hal itu dilakukan untuk memastikan bahwa arah yang di tuju oleh temannya sudah benar.
Akhirnya mereka pun bertemu. Teman-temanya sibuk menanyakan keadaanya. Ia hanya diam dan tersenyum saja. Tak lupa candaan pun keluar juga dari mulut teman-temanya. Mereka langsung bergegas untuk kembali.

Jumat, 10 Desember 2010

Tersesat ...... (cerpen bag. II)

Ia terbangun. Tak jauh darinya terdengar suara beberapa binatang hutan. Ya …. Suara itu, suara beberapa ekor babi hutan. Ia berusaha diam. Dalam hatinya ada rasa was-was. Suara-suara itu semakin dekat. Ia tetap diam. Semakin lama semakin dekat. Mungkin hanya beberapa meter saja dari tempatnya berteduh. Mulutnya kembali komat kamit, membacakan do’a dan surat al-Quran yang ia hapal. Hanya itu yang bisa ia lakukan. Ia berharap Allah SWT memberikan pertolongan dan keselamatan kepadanya. Ada sedikit ketentraman dihatinya. Suara babi hutan itu sudah agak menjauh. Mungkin kawanan babi itu tidak mendapatkan makanan yang mereka cari, sehingga berangsur-angsur meninggalkan tempat itu. Serangan nyamuk dari tadi semakin keras saja. Mungkin nyamuk-nyamuk itu merasa menemukan darah di badan saya yang segar sebagai makanan mereka. Ia merasa sangat terganggu. Sebelumnya, serangan nyamuk itu tak terlalu dihiraukannya. Tapi sekarang ia sudah mulai tak tahan lagi. Tubuhnya terasa gatal. Ia tak bisa memejamkan mata lagi. Dibalikkannya badannya menghadap ke depan. Ia sudah tak tahan dengan posisinya semula. Sekarang ia merasa agak lebih baik. Disandarkannya punggungnya ke pohon itu. Matanya ia pejamkan.
Terbayang diwajahnya kedua anaknya yang masih kecil, istrinya yang senatiasa ramah dan penuh kasih sayang. Ada terbersit kesenangan dihatinya, bahwa anak dan istrinya sedang tidur lelap di ranjang yang tak terlalu tua. Kasurnya memang tak terlalu empuk, tapi masih enak untuk dijadikan alas tidur, ia menjadi bahagia menjalani semua ini demi kebahagian dan kesenangan anak dan istrinya. Keluarganya memang bukan keluarga berada, tapi sampai saat ini istrinya masih mampu mengelola uang belanja dengan baik, sehingga mereka tidak sampai berhutang di warung tetangga. Ia memang pekerja serabutan. Kadang menjadi buruh bangunan, di saat lain menjadi pencari kerilkil, dan beberapa minggu ini menjadi pencari dammar garu. Begitulah kehidupannya. Semua itu ia syukuri dengan keikhlasan. Istri dan anaknya sampai sekarang masih bisa memaklumi pekerjaannya. Mereka tak meminta sesuatu yang di luar kemampuan suami dan ayah mereka ini. Ia tersenyum kecil.
Mencari damar garu gampang-gampang susah. Kita harus berani masuk hutan agar mendapatkannya. Tidak setiap saat kita bisa mendapatkan kayu garu ini. Sekarang ini jumlahnya sudah mulai berkurang. Semua ini akibat kegiatan pencarian pohon garu yag tak kenal kata berhenti. Maklum saja, harga garu kualitas super bisa mencapai Rp 20 juta. Harga yang sangat menggiurkan. Sebatang pohon garu, apabila bisa mendapatkan damarnya sampai 1 kg atau lebih, kita bisa mendapatkan uang berjuta-juta. Uang tersebut kemudian dibagikan kepada anggota kelompok pencari damar, setelah dikurangi ongkos makan dan sebagainya.

Untuk mendapatkan garu, pohon garu yang sudah mati ditebang. Setelah itu dipotong-potong, di belah, dan kemudian diracik. Potongan-potongan kayu itu nanti yang akan di bawa ke kampung. Sesampai di kampung potongan tersebut di serut atau dikerok agar mendapatkan getah garu yang lebih halus lagi. Dari satu batang pohon garu, kita akan mendapatkan beberapa bagian. Pertama abu garu yaitu serbuk kayu gaharu yang dihasilkan dari proses penggilingan atau penghancuran kayu garu sisa pembersihan atau pengerokan. Kedua, Damar garu yaitu sejenis getah padat dan lunak, yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil garu, dengan aroma yang kuat, dan ditandai oleh warnanya yang hitam kecoklatan. Ketiga, Gubal garu yaitu kayu yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil garu, memiliki kandungan damar wangi dengan aroma yang agak kuat, ditandai oleh warnanya yang hitam atau kehitam-hitaman berseling coklat. Menurut beberapa orang teman yang sudah biasa bekerja garu, damar garu digunakan untuk membuat winyak wangi, dupa, dan sebagainya. Ia merasa tak perlu terlalu tahu untuk apa dan di bawa kemana garu-garu yang mereka hasilkan. Yang penting garu itu laku di jual dengan harga mahal, sehingga ia mampu menghidupi anak istrinya dengan cukup.
Nyamuk-nyamuk semakin banyak saja mengerubuti tubuhnya. Ia sudah tak bisa lagi memejamkan matanya. Sudah berkali-kali dipejamkan matanya, tapi tak bisa juga membuat ia tertidur. Sementara itu, udara malam semakin dingin, apalagi di tengah hutan seperti ini. Jangankan di hutan, dirumahpun ia sering merasa kedinginan bila malam hari. Memang, akhir-akhir ini sering turun hujan. Dalam hatinya ia berdo’a agar tak turun hujan malam ini.
Di kejauhan terlihat berkas sinar putih. Mungkin itu pertanda bahwa hari mulai terang. Biasanya bila subuh menjelang ada suara ayam berkokok. Di tengah hutan seperti ia tak mendengar suara ayam, kecuali binatang hutan. Terbersit dalam hatinya rasa senang. “Sebentar lagi terang” gumamnya. Tubuhnya terasa sakit semua. Kakinya perih. Tangannya nyeri. Ia memang terkena kayu ketika berjalan semalam. Bekasnya masih terasa sakit. Dirabanya kaki yang sakit, terasa ada benjolan. Udara dingin bagai manusuk tulang. Sekuat tenaga ia menahan dingin yang sepertinya sampai ke sum-sum tulang. Tak ada yang bisa dilakukannya dalam keadaan seperti ini. Ia hanya bisa menunggu pagi.
Dari sela-sela dedaunan, awan putih  mulai terlihat. Dilihatnya jam yang masih melekat ditangannya, pukul 05.00 WIB. Di hutan, jam segini memang belum terang sekali. Rimbonnya pepohonan membuat cahaya sulit masuk. Ia mulai berpikir untuk mencari jalan kembali.
Hari sudah terang, ia pun berbegas untuk pergi. Tubuhnya terasa lemas. Maklum saja, dari kemaren sore perutnya belum di isi apa-apa. Haus pun sudah tak dihiraukannya lagi. Dengan bertumpu pada akar pohon meranti tempatnya berteduh, ia mengangkat tubuhnya untuk berdiri. “Aku harus kuat. Aku harus mampu kembali ke tampat kami berkumpul kemaren” ujarnya. Rantang, botol minuman, dan pisau ia ambil kembali. Tangannya masih mampu membawa rantang, botol minuman dan pisau itu.
Ia mulai melangkah mencari jalan untuk kembali. Baru beberapa langkah ia berjalan, terasa sangat berat sekali. Kakinya terasa sangat berat untuk di angkat. Sekuat tenaga ia berjalan. Setelah beberapa puluh langkah ia tak kuat. Di bawah rumpun pohon perdu yang tak terlalu tinggi ia istirahat. Diedarkannya padangan mengitari daerah tersebut, tak ada satu pun tanda-tanda alur jalan. Ia terus berpikir untuk menemukan jalan. Semalam ia sudah tak ingat lagi lewat mana ia sampai di tengah hutan itu. Sangat sulit baginya untuk mengingat kembali jalannya semalam.

Kamis, 09 Desember 2010

Tersesat ...... (cerpen bag. I)

Ditariknya semua rumputan yang menghalangi jalan. Ia sudah bertekad untuk menembus hutan ini dengan segala kekuatan yang masih tersisa. Sementara itu, perbekalan yang di bawa sudah mulai menipis. Ia tak patah semangat. Dengan sisa-sisa kekuatan yang ada ia terus berjalan. Sementara itu malam mulai menjelang. Suara binatang malam mulai terdengar. Ada yang mengeluarkan suara keras, ada pula yang kecil. Jangkrik mulai bersuara, dan burung-burung pun kembali ke sarangnya. Hutan lebat yang ditumbuhi berbagai jenis tanaman mulai gelap. Diliriknya jam tangan ada di pergelangan tangan, tepat pukul 17.00 WIB. Walapun demikian, di hutan lebat, jam segitu sudah mulai gelap. Beda dengan ketika kita berada di luar hutan, pasti lebih terang.
Perjalanan yang sangat melelahkan. Rombongan pencari damar garu itu sudah terpisah. Mereka berangkat dari desa sejak pukul 07.00 WIB pagi. Sampai sekarang ia tak tahu dimana teman-teman yang lain. Mereka semua asyik dengan dirinya sendiri. Mereka berlima sepakat untuk berpisah agar lebih mudah mendapatkan pohon garu yang dicari. Hutan yang mereka masuki memang tidak terlalu angker namun cukup lebat. Lebat dengan berbagai jenis tumbuhan. Ada meranti, keruing, dan sebagainya. Mulai dari tumbuhan kecil yang tak terlihat jelas, sampai pohon-pohon yang menjulang tinggi. Walau pun hutan ini tak angker, di dalam hutan pasti menyeramkan. Apalagi kalau kita hanya sendirian. Demikian pula yang ia rasakan. Suara-suara aneh mulai bermunculan. Suara-suara yang tak pernah terdengar di telinga selama ini. Tapi ia tetap menguatkan langkahnya. Beberapa kali sudah ia berteriak memangggil temannya, tapi tak satupun yang menyahut panggilannya.

“Oooiiii …… kalian dimana ? teriaknya. Suaranya hilang di telan rimbonnya pepohonan. Artinya, jarak antara ia dan temannya pasti sangat jauh. Di dalam hutan, suara yang kecil saja akan mudah di dengar. Hal ini karena hutan memang sunyi.
Tanah yang di injak sudah mulai tak terlihat. Beberapa kali ia tersandung ranting yang jatuh. Entah berapa jumlah luka kecil dikakinya. Perihnya mulai terasa. Persedian air sudah sangat sedikit. Sementara haus sudah mulai mendera. Kalau pada siang hari, akan mudah mencari air. Tapi, malam seperti ini akan sulit, karena kita tidak melihat kondisi airnya secara jelas. Jangan-jangan di air itu ada makhluk yang berbahaya dan terminum. Atau, pada siang hari kita dapat mencari tumbuhan yang banyak menyimpan air dibatangnya. Kita hanya memotong bagian batangnya saja. Dan air akan keluar. Pada malam seperti ini akan sangat berbahaya. Sebab, ada tumbuhan yang sama dengan tumbuhan tersebut, dan mengandung banyak air, tapi airnya beracun. Ihh….nggak deh. Bisiknya.
Ia tetap berjalan, sambil sesekali memanggil nama teman-temannya. Arah jalan sudah tak kelihatan, ia berjalan tanpa arah yang jelas. Tapi ia tetap yakin bahwa ia tak akan tersesat. Suara-suara binatang hutan ada yang dekat sekali, dan ada yang terdengar jauh. Ada rasa takut yang mulai menjalari tubuhnya. Sebenarnya, ia sudah biasa kemalaman di hutan. Tapi, ia selalu bersama dengan beberapa orang teman. Karena banyak orang, biasanya rasa takut akan terkalahkan. Namun, saat ini ia sendiri saja. Rasa takut yang menjalari tubuhnya sekuat tenaga di tahan. Ada rasa khawatir akan keselamatannya.
Ia dan temannya sebenarnya sudah bersepakat untuk berkumpul di tempat pertama mereka berpisah sekitar pukul 16.00 WIB. Entahlah, ia sepertinya kehilangan arah, dan belum mendapatkan jalan kembali. Mungkin temannya yang lain seperti itu juga. Ia hanya bisa menduga-duga saja. Sampai saat ini ia belum mendapatkan apapun. Perjalanan jauh yang dilalui tak memberikan hasil apa-apa. Tak sekali ini saja. Untuk mendapatkan damar garu memang tidak mudah. Di samping karena letaknya yang jauh, juga karena tumbuhan ini sudah mulai punah. Banyak orang yang berusaha untuk mendapatkannya
Hari sudah sangat gelap. Jalanan tidak kelihatan lagi. Ia berjalan sudah tak memperhatikan arah lagi. persisnya, ia kehilangan arah. Dalam kekalutan pikiran ia berkesimpulan untuk istirahat. Tapi dimana bisiknya dalam hati. Akhirnya ia memutuskan untuk beristirahat di sebuah pohon besar. Dalam hatinya masih berharap bahwa teman-temannya akan semakin dekat dengannya. Didepanyan ada sebuah pohon besar. Dalam kegelapan malam ia masih bisa membedakan mana pohon yang besar. Di bawah pohon itu ia berusaha mencari tempat yang nyaman sekedar untuk meletakkan pantat. Ia tahu jenis pohon apa yang ada dihadapannya. Meranti. Akar-akarnya terasa besar. Diantara dua akar atau baner itu, ia berusaha menyandarkan badannya yang sudah terasa sangat lelah.
Ia tak membawa bekal apapun selain sebilah pisau, serantang makanan, dan sebotol air. Semua perbekalan itu sudah habis. Makanan itu sudah habis sebelum Ashar tadi. Ada rasa penyeselan dalam hatinya. Kenapa ia dan kawan-kawannya berpisah. Atau kenapa ia tak cepat kembali ketika hari masih terang tadi. Tangannya meraba-raba mencari beberapa dahan pohon yang masih bisa digunakan untuk alas duduk. Ia tak tahu lagi apakah dahan-dahan itu baik untuk alas duduk atau tidak. Sementara suara-suara binatang hutan semakin nyaring terdengar. Jangkrik, katak hutan, beberapa jenis burung yang ia tak kenal namanya, mengeluarkan suara yang sangat khas. Mulutnya mulai komat-kamit melafalkan beberapa do’a yang ia hapal.
Pada saat seperti ini, serangan binatang buas merupakan hal yang paling ia takutkan. Ular, yang bergerak hampir tanpa suara merupakan binatang yang paling ditakuti. Walaupun sudah terbiasa dengan hutan, tak urung rasa takut menyerangnya juga. Dengan sisa-sisa kekuatan yang ada, ia berusaha untuk menguatkan diri. Rasa haus dan lapar yang mulai mendera ditahannya sekuat tenaga. Dicarinya pucuk-pucuk kayu yang masih muda untuk di kunyah. Dalam gelapnya malam ia menemukan beberapa pucuk kayu yang masih muda. Pucuk-pucuk tersebut diambil dan dikunyahnya. Ia sudah pasrah. Untuk mengurangi lapar dan haus ia kunyah daun-daun tersebut. Ia hanya bisa pasrah. Ia tak membawa korek api, atau sejenisnya. Sebabnya, ia termasuk bukan orang yang perokok. Di antara temannya memang ada yang merokok, tapi sebagain besar tidak merokok. Tapi, mereka biasanya membawa korek api untuk menghidupkan api, bila ingin memasak makanan di tengah hutan atau ketika menemukan binatang yang bisa dimakan.
Terasa sekali khas daun kayu hutan dilidahnya. Ada rasa asam yang sangat khas, tapi tak terlalu asam. Dalam hatinya untung mendapat yang rasa masam. Kalau pahit pasti akan ada racunnya dan itu sangat berbahaya bagi dirinya. Ia mulai berpikir bagaimana menempatkan tubuhnya di pohon besar itu. Ia sudah tak berpikir lagi dengan kedatangan kawan-kawannya. Ia hanya berharap malam segera berlalu dan ia dapat melanjutkan perjalanannya. Kantuk mulai menyerang. Beberapa kali ia kehilangan kesadaran. Segera ia menelungkupkan badannya di pohon besar itu. Ia perpaling menghadap pohon besar itu, dan wajahnya menyetuh kulit kayu itu. Terasa ada beberapa lumut kayu yang menyetuh mukanya. Segara ia kibaskan dari hadapannya. Ia atur kembali posisi duduknya agar terasa nyaman. Posisinya sekarang persisi seperti orang Bali yang sedang bersembahyang. Kedua tangannya diletakkan di muka untuk menahan kepalanya dan sekaligus tempat bersandar di pohon itu. Hal itu dilakukannya untuk mengurangi rasa takut. Rantang makanan, botol minuman dan pisau ia letakkan di sisi kiri dan kanan tubuhnya. Hal ini agar ia lebih  mudah menggunakannya bila ada sesuatu yang terasa mengganggu dirinya.

Selasa, 07 Desember 2010

Ngapain Sekolah ? Nggak Bisa Jadi Camat Juga !

Demikian kalimat yang diucapkan oleh sepupu saya Penyang (nama samaran), ketika kami membujukkan untuk melanjutkan sekolahnya. Sepupu saya itu lagi duduk di kelas 2 sebuah sekolah menengah negeri di Kasongan. Pertengahan semester II ia mulai ogah-ogahan masuk sekolah. Alasan utamanya adalah malas. Sudah berbagai cara telah kami lakukan. Mulai dari cara yang halus sampai ke yang kasar sudah dilakukan oleh orang tuanya agar ia mau masuk sekolah. Tapi, semua upaya kami tersebut belum mampu meluluhkan hatinya agar kembali sekolah dengan baik. Pernah suatu waktu orang tuanya mengejarnya dengan sambil membawa sepotong kayu agar saudara saya itu pergi sekolah. Hasilnya, tetapi nihil. Kalaupun ia berangkat sekolah, pasti tak akan pernah sampai ke sekolah. Di tengah jalan, ia akan mengalihkan tujuannya ke arah yang lain.
Sudah beribu ceramah yang diberikan. Pukulan pun pernah dilayangkan. Tak ketinggalan kami yang saudara sepupunya, bahkan teman-temannya pun banyak yang membantu untuk membujuknya agar sekolah seperti biasa. Dasar anaknya memang keras kepala, ia tetap bersikokoh dengan kehendaknya untuk berhenti sekolah. Alasannya sangat sederhana, “sekolah tak akan bisa membuatnya  menjadi camat” ujarnya. Entah bercanda atau serius, tetapi sampai saat ini memang itu yang selalu diucapkannya ketika kami membujukknya untuk sekolah.

Menurutnya, sekolah tak bisa memberikan apa yang ia harapkan. Setiap hari selalu disibukkan dengan pelajaran yang menurutnya tak membuat ia trampil dan pandai. Entahlah, benar atau tidak, itulah yang menjadi alasan lainnya. Kami sudah berkonsultasi dengan guru-gurunya. Para guru tersebut tak menemukan ssuatu masalah dengan prilaku, etika, dan kemampuan anak tersebut. Menurut para gurunya, sepupu saya itu termasuk anak yang baik, dan mudah memahami pelajaran. Kami semua menjadi bingung. Akhirnya, orang tuanya menyerahkan segalanya kepada si anak tersebut.
Sekolah yang ia jalani sangat membebani pikirannya. Kenyataan yang ada menunjukkan bahw begitu banyak lulusan sekolah yang malah menjadi pengangguran. Hal ini menurutnya, sekolah tidak bisa menjembatani antara pengetahuan siswanya dengan kebutuhan kerja di tengah masyarakat. Sekolah menurutnya hanya mementingkan prestise dibandingkan keterpakaian keahlian siswanya ditengah masyarakat. Karena itu katanya jangan heran bila banyak lulusan sekolah yang menganggur. “kalau lulus hanya jadi pengangguran, ngapain sekolah ?” katanya. Kalau ingin menjadi pejabat menurutnya tak perlu sekolah yang tinggi-tinggi. Sekarang ini bukan ijazah yang dipentingkan, tapi kekayaan. Siapa yang kaya ia akan berkuasa. Lihat saja katanya, begitu banyak orang sukses yang tanpa sekolah. Banyak pejabat kita yang tak lulus sekolah menengah. Bahkan, banyak yang untuk menduduki jabatan tersebut, mereka menggunakan ijazah palsu, dan anehnya, hukum tak bisa menjerat mereka.
Terlepas benar atau salah, kenyataan sekarang ini banyak memberikan pembenaran dari pikiran saudara saya itu. Banyak diantara tetangga saya yang menganggur setelah tamat sekolah menengah. Mungkin karena melihat kenyataan tersebut, saudara saya ini jadi berubah pikiran.
Dalam kesehariannya, sepupu saya itu selalu berkutat dengan pekerjaan rumah sehari-hari. Ia mengerjakan apa yang bisa dikerjakannya, setelah itu paling-paling membaca, atau sekedar mengobrol dengan teman-temannya.