Minggu, 03 Oktober 2010

100 Buku

Sampai saat ini saya sudah merampungkan bacaan setidaknya 100 buku. Jumlah tersebut terdiri dari berbagai macam jenis buku. Mulai dari politik, ekonomi, sosial, budaya, sejarah, novel, dan sebagainya. Dengan berbekal sejumlah buku bacaan tersebut, saya mulai pede untuk berdiskusi dengan beragam orang. Disamping itu, saya juga sudah mulai berani memberikan sedikit pencerahan kepada beberapa orang tentang hidup dan kehidupan. Bahkan, dengan bekal tersebut saya sudah mulai berani berkhutbah pada beberapa kali sholat jum’at di kampung saya.
Sampai saat ini belum ada terdengar ada yang kompalin tentang berbagai hal yang saya sampaikan. Mungkin mereka enggan, tidak mengerti, atau bahkan karena saya yang tidak peka dengan pembicaraan mereka. Entahlah. Tapi hingga saat ini semua berjalan dengan baik. Lebih gilanya lagi, dengan berbekal 100 buku itu saya sudah berani untuk bermimpi menulis sebuah buku.
Dalam beberapa kesempatan mendengarkan ceramah para ahli tingkat kampung, saya sudah mulai protes atau sedikit berbeda pendapat dengan mereka. Apa yang mereka sampaikan, menurut saya ada yang keliru. Walapun terkadang apa yang keliru itu saya juga sulit menjelaskannya. Ketika hal itu terjadi, para ahli tingkat kampung itu ada yang terdiam, ada juga yang berusaha mempertahankan pendapatnya, dan tak jarang justru mereka mempertanyakan kembali tentang pendapat saya. Menghadapi hal seperti ini saya selalu berusaha untuk merujuk kepada buku-buku bacaan yang pernah saya baca.

Jumlah buku tersebut merupakan koleksi yang saya miliki sampai saat ini. Jumlah tersebut belum termasuk  yang saya pinjam dengan teman, atau yang saya baca diperpustakaan. Apalagi bila dijumlahkan dengan surat kabar yang saya baca tiap hari, entah itu yang lokal maupun nasional. Saya sudah merasa lengkap dengan pengetahuan yang saya miliki.
Untuk mendapatkan buku memang tidak mudah. Selain harganya yang cukup mahal, letaknyapun jauh. Namun demikian tak menyurutkan tekad saya untuk menambah pengetahuan. Buku atau bacaan merupakan kebutuhan primer setelah makanan. Buku telah menjadi teman setia yang selalu siap mendampingi dimanapun saya berada.
Namun, akhir-akhir ini saya sering gundah. Pasalnya, apa yang saya sampaikan ternyata semua sudah diketahui oleh orang yang selalu menjadi lawan bicara saya. Demikian juga dengan para jamaah sholat jum’at dimasjid. Mereka tidak memberikan tanggapan karena apa yang saya sampaikan mereka sudah paham semua sebelum saya menyampaikannya. Mereka tinggal mempraktekkannya saja.
Stress, bingung, sedih, dan berbagai perasaan bercampur aduk dalam hati saya. Selama ini saya berpikir bahwa dengan 100 buku itu sudah cukup memberikan pengetahuan baru bagi masyarakat, setidaknya mereka yang selalu berdiskusi dengan saya. Ternyata, mereka terkadang memiliki pengetahuan melebihi apa yang saya miliki. Tak jarang mereka menyudutkan saya dengan berbagai hal yang memang benar-benar tidak saya ketahui.
Seratus buku membuat saya sombong dan angkuh dengan pengetahuan saya. Sementara mereka yang saya anggap masih ketinggalan pengetahuannya selalu berusaha untuk memperbaiki dengan berbagai cara. 100 buku telah membutakan mata saya bahwa apa yang saya punya belum memiliki arti apa-apa dibandingkan dengan apa yang harus saya perbaharui lagi.
Saya harus bisa melakukan instrospeksi diri lagi tentang diskusi yang saya lakukan, ceramah yang saya sampaikan, atau khutbah jum’at yang telah disampaikan. Menambah pengetahuan harus dilakukan secara terus menerus, dan tidak terpaku pada berapa lembar bahan bacaan.
Ternyata, 100 buku belum cukup untuk memenuhi keinginan kita menjadi yang terbaik. Diperlukan ribuan bahkan jutaan buku agar kita selalu menjadi manusia solusi, yaitu manusia yang mampu memberikan pengetahuan lebih kepada siapa saja yang memerlukannya. Saying, harga buku tergolong mahal di Negara kita. Sementara, pendapatan saya untuk mendapatkan buku-buku yang saya inginkan menjadi tambah sulit. Adakah mereka-mereka yang disebut pemimpin memperhatikan masalah cetakan buku ini. Harga yang mahal, distribusi yang terbatas, dan berbagai kendala lainnya menjadi penghalang bagi kita untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih baik. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar