Senin, 15 November 2010

Tulisan Yang Berdosa

Ketika ngobrol dengan seorang teman, ia mengingatkan saya, hati-hati dengan tulisan. Saya agak bingung dengan peringatannya itu. Kenapa ? Bukankah ketika menulis kita mengeluarkan sesuatu dari pikiran kita. Bukankah pula, setiap tulisan yang dihasilkan tentu diniatkan untuk kebaikan ? Benar, kata teman saya itu. Tapi kamu bisa tidak sadar bahwa diantara kalimat yang kamu tuliskan mengandung hinaan, cemoohan, fitnah dan sebagainya. Orang yang menjadi objek tulisan tersebut menjadi tersudut, terfitnah dan akhirnya terbuang, sedih, merana dan sebagainya. Bila keadaan ini yang terjadi, kebaikan seperti apakah yang diinginkan oleh seorang penulis ? tanyanya.

Kita sering menemukan tulisan yang bernada memojokkan seseorang. Entah itu pejabat, pengusaha, selebriti, olahragawan, ilmuwan, sampai kepada rakyat jelata. Berbagai ungkapan dituliskan untuk orang-orang tersebut. Tak sedikit yang memfitnah, mencaci-maki, menghasut, dan sebagainya, tanpa melakukan penelitian secara menyeluruh terhadap objek tulisan tersebut. Tulisan yang seperti itu menurut teman saya tadi adalah tulisan yang berdosa. Belum lagi orang yang membaca tulisan tersebut ikut-ikutan pula menanggapi serta ikut memfitnah, memojokkan, mencaci-maki dan seterusnya. Dari tulisan tersebut kita sudah berdosa, sekaligus juga tambahan dosa dari para pembacanya yang ikut dengan tulisan kita. Apalagi mereka yang profesinya penulis, wartawan, atau mereka yang iseng-iseng dengan dunia tulis menulis. Mereka itu sangat rentan menghasilkandosa dari tulisannya. Saya hanya diam saja mendengarkan penjelasannya.
Kawan saya juga menjelaskan betul bahwa setiap tulisan yang diniatkan untuk kebaikan, tapi tidak harus dengan mencaci-maki, fitnah dan sejenisnya. Tulisan yang yang baik adalah yang memberikan pencerahan, tanpa melukai objek tulisan kita. Mustahil niat baik dicapai dengan hal-hal yang tidak baik.  Saya kembali terdiam mendengarkan ungkapannya. Selama ini saya memang menulis lebih banyak dengan nada menghasut, memprovokasi, memfitnah, mengolok-olok, dan berbabgai tulisan sejenisnya. Mengingatkan orang dengan tulisan memang mudah, serta efektif. Tapi harus dilakukan dengan cara yang santun, yang menggugah, orang untuk membuat orang tidak tersinggung, serta yang terpenting adalah jangan sampai tulisan tersebut menjadikan dosa kita bertambah banyak. Dosa yang sudah ada saja sudah banyak, apalagi bila ditambah tulisan kita yang justru menambah jumlah dosa, tak tertanggungkan dosa itu, ujar teman saya sambil tersenyum.
Awalnya saya hanya mengajak dia untuk rajin menulis. Sebab, teman saya ini tergolong cerdas diantara kami. Seringkali ia melontarkan ide  yang sangat brilliant, kreativitasnya tinggi, serta orangnya energik. Tapi sayangnya, sampai saat ini ia masih belum menunjukkan kemauannya untuk menulis. Teman saya ini memang orang yang sering mengingatkan kita. Ia berbicara terkadang blak-blakkan. Kita yang tidak terbiasa mendengar ucapannya mungkin cepat tersinggung, tapi apa yang ia ungkapkan memang benar sekali. Wallahu a’lam

Minggu, 14 November 2010

Membentuk Masyarakat Pembaca

Masyarakat dengan tingkat intelektualitas tinggi akan berbeda dengan masyarakat yang berintelektualitas rendah. Hal ini terlihat dari beberapa Negara yang sudah maju dan kebiasaan membaca yang tinggi. Demikian juga dengan kemampuan melek teknologi, masyarakat maju tentu lebih melek dibandingkan dengan masyarakat yang masih terkebelakang. Kemampuan membaca tentu berbanding lurus dengan kemajuan suatu bangsa. Karena itu, bila suatu bangsa ingin maju, maka yang pertama harus dilakukan adalah membiasakan masyarakatnya gemar membaca. Amerika, Rusia, Inggris, Perancis, Jepang, dan berbagai Negara maju lainnya, masyarakatnya memiliki kebiasaan membaca yang baik. Tak terkecuali ibu rumah tangga, pegawai swasta, tukang kebun, sampai kepada pejabat pemerintahnya memiliki kebiasaan membaca yang baik. Tak heran pula bila kita mendapati orang-orang di segala usia membaca buku di taman, di terminal atau halte, apalagi di perpustakaan. Itulah modal Negara-negara maju dalam membangun negerinya. Akankah Negara kita seperti pula ?

Membentuk masyarakat pembaca memang tidak mudah. Diperlukan keteladanan dari semua orang agar terwujud. Pemerintah kepada masyarakatnya, orang tua kepada anak-anaknya, guru kepada siswanya, dan sebagainya. Bila tak ada keteladanan, mustahil hal itu akan terwujud. Keteladanan ini sangat penting, mengingat bahwa manusia lebih banyak mencontoh manusia lainnya yang sudah baik dan maju. Bila pemerintah hanya pandai mengajak dan menyuruh saja, akan sulit terbentuk masyarakat gemar membaca. Orang tua tidak hanya menyuruh anaknya membaca, tetapi dengan memberikan contoh dengan membaca buku. Bila orang tua saja tak pernah terlihat pegang buku, majalah, atau Koran, jangan berharap anak mau mengikuti perintah orang tua untuk membaca. Ketika anak bertanya “apa manfaatnya membaca ?” orang tua yang tak gemar membaca tentu kelabakan memberikan jawaban.
Untuk membentuk masyarakat pembaca, ada beberapa prasyarat yang harus diperhatikan. Prasyarat tersebut meliputi : ketersediaan buku, distribusi yang merata, kampanye yang intens, dan lain-lain. Ketersediaan buku menjadi masalah yang sangat pelik. Di satu sisi kita menginginkan buku tersedia dalam jumlah yang cukup, disisi lain, biaya penerbitannya cukup mahal. Sehingga, harga bku menjadi mahal pula. Hal ini berdampak pada kemampuan kita menyediakan buku sangat terbatas. Akibat keterbatasan buku ini membuat kita malas untuk membaca. Selain itu, distribusinya pun tidak merata. Buku-buku banyak beredar di kota-kota saja, sedangkan di desa atau di pelosok sangat kurang, bahkan tidak tersedia. Hal ini disebabkan oleh jumlah buku yang memang kurang, serta kendala transportasi yang menyebabkan distribusinya tidak merata. Kendala letak geografis sering menjadi alasan buku-buku tersebut tidak sampai ke desa, atau pelosok. Sementara itu, kampanye tentang manfaat membaca hanya dilakukan secara sporadis. Kampanye hanya dilakukan dalam waktu-waktu tertentu. Bahkan, biaya kampanye gemar membaca lebih kecil dibandingkan dengan iklan rokok.
Sulit mendapatkan masyarakat ideal di tengah-tengah masyarakat yang serba kekurangan. Informasi yang diharapkan mampu mengubah manusia menjadi lebih baik hanya terbatasa pada daerah-daerah tertentu. Sedangkan masyarakat pedesaan masih belum dapat memanfaatkan informasi tersebut dengan baik. Buku yang diharapkan menjadi sumber informasi menjadi barang yang sangat mahal dan langka.

Sabtu, 13 November 2010

Budaya Baca

Budaya membaca terbaik dapat dijelaskan sebagai praktik belajar untuk mencari pengetahuan, informasi atau hiburan melalui kata-kata tertulis. praktek tersebut dapat diperoleh dengan membaca buku, jurnal, majalah, koran, dan lain-lain. Memiliki budaya membaca sudah menjadi keharusan dalam abad ke-21 untuk semua orang. Untuk berpartisipasi secara efektif dalam membina masyarakat agar gemar membaca adalah tugas yang harus kita ambil dengan sangat serius. Ini harus menjadi tujuan utama dari lembaga pendidikan, guru, orang tua, dan masyarakat kita pada umumnya.
Membaca merupakan cara untuk membuka dunia baru untuk melihat diri kita sendiri dan orang lain. Membaca memungkinkan kreativitas untuk berkembang dengan baik. Ini memberi kita cara dan alat untuk mengeksplorasi bakat kita sambil belajar tentang diri kita sendiri dan masyarakat luas.
Oleh karena itu, tepat untuk mengatakan bahwa mereka yang bisa membaca pasti memiliki keuntungan atas mereka yang tidak bisa. Namun demikian, tidak semua orang suka membaca. Beberapa hal yang menjadi penyebab kurangnya budaya baca di kalangan masyarakat kita adalah : Pertama. Kurangnya motivasi. Dalam segala hal, motivasi memegang peranan yang sangat penting. Demikian pula dalam upaya menciptakan budaya membaca yang kuat di negara ini. Adanya apatisme umum atau hilangnya nilai untuk membaca. Ketersediaan media hiburan, permainan yang dapat diperoleh dengan mudah, membuat generasi muda kita kehilangan minat untuk membaca. Daripada membaca novel atau biografi mereka mungkin lebih memilih untuk bermain game kartu atau memanjakan diri dengan beberapa hobi lain di luar membaca. Kedua. Pendanaan yang tidak memadai lembaga pendidikan. Pemerintah dapat membantu dengan membantu sekolah-sekolah dengan perpustakaan fungsional,  yang dapat membantu anak-anak dalam meminjam buku dan membacanya di waktu luang.

Ketiga. Miskin secara ekonomi dan standar hidup yang rendah. Seorang manusia lapar dengan sedikit uang di sakunya. Ia akan bertanya apakahuang yang ia punya lebih baik untuk membeli buku atau makanan untuk dirinya. Kebanyakan orang hidup dalam keadaan kekurangan. Karena kesulitan, kebanyakan orangtua tidak dapat menyediakan buku-buku yang baik bagi anak-anak mereka, terutama dalam situasi di mana harga barang dan jasa terus meroket, dan pemerintah tidak melakukan apa pun untuk menatasi situasi tersebut. Sebagai akibatnya, sebagian besar orang tua tidak dapat mengirim mereka ke sekolah sehingga mereka bisa membaca dan menulis.
Keempat. Peningkatan Biaya Penerbitan Buku. Sampai saat ini, biaya penerbitan buku cukup mahal. Akibatnya, harga buku dipasaran menjadi mahal. Hal ini tentu memberikan dampak bagi ketersediaan buku dipasaran. Karena mahalnya harga buku ini, membuat masyarakat membeli dan membaca buku. Dukungan dari pemerintah sangatlah diharapkan. Dukungan tersebut dapat berupa pengurangan pajak, subsidi kertas, bantuan distribusi, dan berbagai kemudahan lainnya. Dengan demikian, penerbit dapat menekan harga jual buku, sehingga buku dapat disebarkan ke seluruh pelosok negeri.
Saya percaya sebagian besar dari kita biasanya melakukan evaluasi pada setiap akhir tahun untuk menilai apa yang terjadi selama sebelas belas bulan terakhir. Tujuannya utama adalah untuk belajar dan bisa mendapatkan alasan untuk perencanaan masa depan. Biasanya evaluasi diikuti oleh rencana untuk masa depan yang mungkin termasuk daftar sejumlah resolusi.
Bagi mereka biasa membaca, akan mencocokkan kembali daftar resolusi mereka. Menarik untuk mengetahui berapa banyak mereka yang telah berhasil mewujudkan rencana bacaan mereka. Jika Anda melakukan survei dan menanyakan beberapa orang, berapa banyak buku yang mereka baca setelah meninggalkan sekolah, saya kira hanya beberapa akan menyatakan telah menyelesaikan satu buku atau beberapa buku. Banyak, dengan wajah malu-malu mereka akan mencoba memberikan alasan karena tidak mampu mengatur mata pada halaman buku alias tak pernah membaca buku. Hasil ini tidak akan membuat kita takjub, tetapi penting untuk menekankan bahwa situasi yang tidak diinginkan dan tidak membantu kita menjadi lebih baik.
Kurangnya budaya baca, sebenarnya merupakan masalah yang cukup merisaukan. Hal terburuk adalah masih sedikitnya literatur yang bisa kita akses, serta hal ini dianggap sebagai hal yang sepele atau tak berarti. Melihat jumlah dan jenis orang yang Anda temui di toko-toko buku dan perpustakaan, setidaknya memberi Anda gambaran mengenai siapa dab berapa orang dari masyarakat kita yang bisa dan biasa membaca buku. Melihat jenis buku di rak, memberi kita gagasan tentang sebuah aspek penting, jenis buku yang kita baca.
Kita semua tahu keuntungan dari membaca. Hal yang sangat dasar adalah pencarian pengetahuan. Membaca juga membuat kita diperbarui dan membantu untuk lebih memahami dan memprediksi peluang dan tantangan di masa depan. Kita perlu menjadikan kegiatan membaca sebagai bagian dari kehidupan kita dalam rangka memperoleh manfaat secara maksimal. Satu-satunya cara terbaik untuk membuat ini terjadi adalah menanamkan budaya membaca di tengah masyarakat kita..

Jumat, 12 November 2010

Manfaat Membaca

Membaca adalah salah satu hobi terbaik yang dapat dimiliki seseorang. Sangat menyedihkan ketika kita mengetahui bahwa mayoritas dari kita tidak diperkenalkan ke dunia menakjubkan dari buku. Jika Anda adalah salah satu orang yang merasa "tidak perlu ada buku", serta belum menemukan manfaat dari membaca, berikut adalah beberapa manfaat membaca buku!
Pertama. Membaca adalah proses mental yang aktif: Tidak seperti duduk di depan televisi, membaca membuat Anda menggunakan otak Anda. Membaca merupakan salah satu proses berpikir. Dalam proses ini Anda akan memanfaatkan sel-sel otak anda untuk melakukan “pencernaan” terhadap tulisan yang anda baca. Proses pencernaan ini akan melibatkan berbagai hal seperti, mata, mulut, dan sebagainya. Demikian pula dengan hati anda. Pada saat anda membaca, maka sel-sel otak anda akan meneruskan bacaan tersebut ke hati anda, dan terpengaruh sehingga timbul rasa benci, marah, kecewa, senang, bahagia, dan sebagainya.
Kedua. Membaca meningkatkan kosakata Anda: melalui tulisan pada buku yang kita baca, begitu banyak terkumpul kosa kata. Kosa kata tersebut terdiri dari berbagai bahasa, istilah dan sebagainya. Bagi orang yang rajin membaca, akan memiliki kosa kata yang sangat banyak. Begitu pula sebaliknya. Bila kita berbicara dengan orang yang banyak membaca maka kita akan mendapatkan hal-hal baru. Kosa kata merupakan perbendaharaan kata yang kita miliki. Istilah dalam bahasa selalu berkembang setiap saat. Ada istilah yang mudah untuk dimengerti, dan ada pula sangat sulit dimengerti. Membaca merupakan pintu utama untuk memahami kosa kata tersebut.

Ketiga. Memberikan Anda pengetahuan tentang budaya dan tempat-tempat lain di dunia: Bagaimana Anda tahu tentang kehidupan orang di Arab jika Anda tidak membaca tentang hal itu? Membaca memberikan wawasan tentang keragaman etnis orang, kebiasaan mereka, gaya hidup dan lain-lain. kita menjadi lebih tahu dan lebih kenal tentang tempat yang berbeda dan kode etik di tempat-tempat tersebut.
Keempat. Meningkatkan konsentrasi dan fokus: Hal ini mengharuskan Anda untuk berfokus pada apa yang Anda baca untuk waktu yang lama. Tidak seperti majalah, atau posting Internet serta e-Mail yang mungkin mengandung potongan-potongan kecil informasi, buku menceritakan seluruh cerita. Karena Anda harus berkonsentrasi untuk membaca, otot, Anda akan menjadi lebih baik pada anda berkonsentrasi.
Kelima. Membangun harga diri: Semakin banyak Anda membaca, semakin luas pengetahuan Anda. Dengan pengetahuan lebih banyak, akan mendatangkan rasa percaya diri. Karena Anda begitu banyak membaca, orang mencari jawaban kepada Anda. perasaan Anda tentang diri Anda akan menjadi lebih baik.
Keenam. Meningkatkan memori: Banyak penelitian menunjukkan jika Anda tidak menggunakan memori Anda, Anda kehilangan kemampuan memori. Membaca, meskipun bukan permainan, membantu Anda meregangkan otot-otot memori Anda dengan cara yang sama. Membaca membutuhkan kemampuan memori untuk mengingat rincian, fakta dan angka-angka, serta dalam suatu cerita, kita akan mengingat garis plot, tema dan karakter.
Ketujuh. Meningkatkan disiplin Anda: Menetapkan waktu untuk membaca adalah sesuatu yang kita semua tahu harus kita lakukan. Kita harus menetapkan jadwal atau waktu untuk membaca buku setiap hari. Hal ini sangat sedikit dilakukan. Itu sebabnya, menambahkan buku bacaan ke jadwal harian Anda dan berpegang teguh pada jadwal itu, merupakan upaya untuk meningkatkan disiplin diri.
Kedelapan. Meningkatkan kreativitas: Membaca tentang keanekaragaman kehidupan dan membuka diri Anda untuk informasi dan ide-ide baru, sangat membantu untuk mengembangkan sisi kreatif dari otak, baik otak kiri maupun otak kanan. Melalui bacaan lah kita memperoleh ide dalam rangka mengembangkan kemampuan inetelektualitas dan ketrampilan kita. Mustahil kita mendapatkan informasi dan ide baru tanpa melalui proses membaca.
Kesembilan. Anda selalu memiliki sesuatu untuk dibicarakan: Apakah Anda pernah menemukan diri Anda sendiri dalam situasi yang memalukan di mana Anda tidak punya sesuatu untuk dibicarakan?  Apakah Anda ingin obat untuk ini? Sangat sederhana. Mulailah membaca. Membaca memperluas cakrawala informasi Anda. Anda akan selalu punya sesuatu untuk dibicarakan. Anda dapat mendiskusikan berbagai plot novel-novel yang Anda baca, Anda dapat mendiskusikan hal-hal yang Anda pelajari dalam buku-buku bisnis yang Anda baca. Kemungkinan berbagi pengetahuan menjadi tak ada habis-habisnya.
Jika anda merasa bahwa hidup anda terasa monoton, tidak kreatif, dan membosankan, ambillah sebuah buku yang menurut anda menarik. Buka halamannya, dan jelajahi dunia baru yang penuh dengan informasi dan kecerdikan.

Senin, 08 November 2010

Untuk Apa Belajar ?

Islam mengajarkan bahwa tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri China, atau menuntut ilmu itu mulai dari buaian sampai ke liang lahat. Menuntut ilmu dapat disamakan dengan belajar. Semua kita, tidak terkecuali memiliki kewajiban untuk menuntut ilmu atau belajar. Bagi yang tidak mau belajar, bersiap-siaplah untuk tersingkir. Mereka yang sudah belajar dengan tekun dan semangat saja bisa tersingkir, apalagi yang memang tidak belajar.
Dalam belajar, banyak hal yang harus diperhatikan. Misalnya, guru yang tepat, pelajaran yang penting dan bermanfaat, serta berbagai hal lainnya. Namun demikian, yang harus diketahui bahwa belajar itu dapat dimana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja, walaupun demikian, agar tujuan belajar dapat dilakukan dengan maksimal, kita harus memperhatikan alokasi waktu, tempat yang sesuai, dan guru yang mampu memberikan pelajaran terbaik.
Dalam belajar, kita tentu memiliki tujuan. Tujuan tersebut dapat berbeda bagi setiap orang. Hal ini dipengaruhi oleh kebutuhan akan ilmu yang dipelajari. Untuk menjadi sastrawan tentu berbeda pelajarannya dengan ketika kita mau menjadi dokter. Walaupun seorang satrawan perlu juga sedikit tahu tentang ilmu kedokteran untuk menambah wawasannya. Demikian pula sebaliknya.

Dalam belajar ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain. Pertama. Belajar untuk mengetahui. Mustahil seseorang belajar dengan bersusah payah kalau tidak untuk memperoleh ilmu. Ilmu yang kita peroleh merupakan pengetahuan yang kita miliki. Apapun yang kita pelajari merupakan bentuk pengetahuan kita. Mustahil kita mengetahui sesuatu tanpa kita mempelajarinya. Contohnya, untuk membuat kue, kita harus belajar tentang tata caranya, bahannya, serta takarannya. Dengan demikian, kue yang kita buat menjadi enak.
Kedua. Belajar untuk mengerjakan. Disamping itu, belajar merupakan cara untuk memahami dan mengembangkan ketrampilan kita. Untuk menjalankan kendaraan, kita harus belajar mengedarainya. Kita juga belajar tentang mesin, aturan lalulintas dan sebagainya. Pengetahuan yang kita miliki tidak hanya sebatas diketahui, tapi harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kembali ke contoh kue tadi. Ketika kita belajar tentang resep membuat kue, maka kita dituntut untuk membuat kue tersebut. Dengan demikian, pengetahuan tentang cara membuat kue dapat langsung dipraktekkan. Hal ini menunjukkan bahwa setiap ilmu yang kita pelajari, seyogyanya harus dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga tidak menjadi sia-sia.
Ketiga. Belajar menjadi. Belajar menjadi adalah bagaimana kita yang sudah belajar dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari berubah menjadi professional. Setiap belajar, kita harus melakukannya dengan sungguh-sungguh. Dengan demikian, kita menjadi lebih paham, dan mampu mempraktekkan dengan baik. Selama ini kita hanya belajar saja tanpa berusaha mempraktekkan apa yang kita pelajari, sehingga ilmu yang kita pelajari cepat hilang. Dengan mempraktekkannya ilmu itu akan tambah melekat. Belajar menjadi adalah sebuah komitmen untuk menjadikan ilmu sebagai alat untuk mengembangkan kualitas diri. Apapun yang kita pelajari, hendaknya ilmu itu menjadikan kita lebih baik. Hal yang harus diperhatikan adalah ketika kita mengetahui sesuatu yang buruk bukan membuat kita menjadi buruk, tapi itu merupakan pelajarn yang harus diketahui dan kita harus menghindarinya.
Keempat. Belajar untuk hidup bersama. Manusia yang terlahir di dunia ini dengan jumlah yang sangat besar. Manusia tersebut memiliki, kepentingan, kebutuhan, minat, serta berbagai hal yang saling berbeda. Karena perbedaan itu, tidak jarang membuat manusia saling berkompetisi. Akibatnya, seringkali kita mendengar terjadinya pertentangan di antara manusia tersebut. Hal ini tentu membawa dampak yang tidak baik bagi kehidupan manusia itu sendiri. Ilmu pengetahuan yang kita pelajari harus mampu menjadikan kita manusia untuk hidup bersama. Belajar merupakan salah satu cara untuk mewujudkan saling pengertian, tenggang rasa, sopan-santun, dan sebagainya. Ilmu bukan menjadikan manusia untuk saling terpecah, bermusuhan, dan sebagainya. Bila hal ini yang terjadi, pasti ada yang salah dengan penerapan hasil belajarnya.
Demikian lah beberapa hal yang berhubungan dengan belajar. Untuk mencapai dan mendapatkan beberapa hal tersebut, merupakan tanggung jawab bersama. Kita tidak bisa membebankannya hanya pada satu pihak saja, misalnya guru atau sekolah saja. Karena belajar merupakan hak semua orang, maka tanggung jawab itu di pikul bersama. Keluarga mengajarkan keluarganya, sekolah mengajarkan siswanya. Untuk itu diperlukan sinergi masing-masing pelaku pembelajaran tersebut, sehingga terjadi keterpaduan pembelajaran. Suatu saat diharapkan tumbuh generasi muda pembelajar yang mampu belajar dengan baik, mempraktekkan hasil belajarnya untuk kehidupan diri sendiri dan orang lain, serta mampu menjadi alat pemersatu bangsa dan Negara kita. Wallahu a’lam.

Selasa, 02 November 2010

IPK Para Demonstran

Di negeri kita ini, persoalan demonstrasi merupakan hal yang biasa. Hal itu dapat dilakukan oleh siapa saja. Umumnya, demonstrasi dilakukan oleh para mahasiswa kita yangs edang kuliah diberbagai perguruan tinggi yang bertebaran di negara kita. Beragam tema, tujuan, alat, dan sasaran para demonstran tersebut. Ada yang mengusung idealisme, tapi banyak juga berdemontrasi karena dibayar oleh oknum-oknum tertentu. Semua  itu memberikan dampak bagi proses berdemokrasi di tanah air ini.
Khusus demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa, tak jarang berakhir bentrokan dengan aparat keamanan. Para mahasiswa, dengan alas an tertentu mendesak aparat keamanan untuk memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi para demonstran itu. Sementara itu, aparat keamanan, dengan alasan keamanan dan stabilitas melakukan tindakan yang represif. Akibat pertentangan kedua kubu ini sering menimbulkan korban di kedua belah pihak.
Mahasiswa adalah orang yang memiliki tujuan khusus untuk menuntut pendidikan atau belajar di perguruan tinggi. Mereka, suatu saat diharapkan menjadi pemimpin bangsa di masa-masa yang akan datang. Mereka dituntut untuk berprestasi setinggi mungkin di universitasnya masing-masing. Demonstrasi hanya bentuk dari pelampiasan rasa jengkel, marah, kesal, dan sebagainya terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Umumnya, mereka melakukan protes terhadap berbagai kebijakan pemerintah.

Mereka yang berpredikat mahasiswa itu memiliki berbagai tipe. Ada yang cerdas. Setengah cerdas, dan bodoh. Mereka yang cerdas mengutamakan kepentingan pendidikannya dibandingkan dengan hal lainnya. Kalau diibaratkan dengan nilai, mereka ini masuk ke dalam golongan nilai A. Yang setengah cerdas berusaha untuk memadukan keduanya atau masuk ke dalam nilai B, walaupun hal itu sangat sulit dilakukan. Sedangkan yang bodoh atau C, mereka kuliah dengan terpaksa, dan mereka umumnya kuliah hanya demi gengsi semata.
Sampai saat ini kita belum menemukan adanya penelitian terhadap para mahasiswa yang melakukan demonstrasi. Apakah mereka itu termasuk mahasiswa yang cerdas, setengah cerdas, atau bahkan mereka yang tergolong bodoh. Apabila demonstrasi itu dilakukan oleh mereka yang cerdas tentu sangat membanggakan. Suatu saat mereka yang cerdas itu mampu memadukan antara kecerdasan berpikir dengan tindakan nyata di tengah masyarakat. Bila mereka yang tergolong setengah cerdas, hal ini pun termasuk hal yang baik. Sebab, suatu saat mereka diharapkan mampu belajar lebih banyak lagi dalam ikut serta memecahkan berbagai persoalan bangsa. Sedangkan pada mahasiswa tipe ketiga, mereka ini hanya diperalat oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Karena ketidakmampuannya dalam menerjemahkan kegiatan yang dilakukan, mereka terbuai dengan lembaran uang, akhirnya mereka ikut demonstrasi, padahal mereka tak tahu esensi dan demonstrasi itu.
Saya sangat khawatir bahwa demontrasi itu bukan dilakukan oleh para mahasiswa yang cerdas, tetapi oleh mereka yang tergolong nilai C. Sedangkan mereka yang cerdas sibuk dengan buku-buku kuliah. Mereka tak sempat memikirkan demonstrasi, dan saat lulus mereka langsung mendapatkan tempat di perusahaan swasta yang bonafid, BUMN, atau menjadi Pegawai Negeri SIpil. Sedangkan mereka yang selalu berdemonstrasi terpuruk di sudut-sudut kota, berpelunh keringat dengan kehidupan yang sangat keras, bahkan menjadi pengangguran. Hal ini tentu memberikan dampak yang sangat buruk begi perkembangan kejiwaan mereka.
Kita tentu berharap, bahwa mereka yang melakukan demonstrasi itu adalah mereka yang tergolong dalam mahasiswa dengan Indek Prestasi Komulatif (IPK) yang tinggi, bukan oleh mereka yang ber-IPK pas-pasan. Dengan demikian, demonstrasi yang mereka lakukan lakukan akan membawa dampak yang sangat luas bagi seluruh rakyat Indonesia. Demonstrasi yang banyak dilakukan oleh mereka dengan IPK yang tinggi adalah seperti pada tahun 1998 ketika menurunkan soeharto dari kursi Presiden RI. Wallahu a’lam.