Senin, 20 September 2010

Musafir di Masjid Kami

Malam jumaat kemaren (17/9) ada tamu yang menginap di masjid kami. Ia mengaku berasal dari daerah Kahayan, Kabupaten gunung Mas. Ia singgah di masjid Al-ikhlas karena kehabisan biaya. Aku tak sempat bertanya dari mana ia sebelum sampai ke masjid kami. Waktu itu, sebelum magrib ia dating. Dengan membawa tas punggung warna hitam, masuk dan iktu sholat magrib di masjid.
Menjadi pengembara memang penuh suka duka. Apalagi bila bekal yang kita miliki pas-pasan. Kita harus benar-benar mampu memperhitungkan segala sesuatunya dengan baik, agar tak tersesat ditengah jalan.
Aku tak sempat bertanya siapa nama musafir itu. Usianya masih muda. Mungkin sekitar 20-an tahun. Perawakannya tak terlalu tinggi. Namun wajahnya terlihat ganteng, hanya sedikit hitam.
Malam itu, hujan lebat, disertai dengan petir dan kilat. Listrik padam. Suasan menjaid gelap. Demikian juga dengan masjid kami, pasti gelap juga. Aku tak tahu apakah Untung ada menyiapkan lilin sebagai lampu penerang. Musafir itu tidur ditengah gelapnya malam. Mungkin rasa kantuk yang sangat berat membuat ia tak merasa gentar sedikitpun. Atau juga karena kondisi yang memaksa dia untuk tetap bertahan. Aku yakin, kalaupun ia punya uang, tentu ia tak akan tidur dimasjid. Sebab, sebelum sholat Isya, ia bilang bahwa ia kehabisan ongkos untuk pulang. Melihat persiapannya, ia termasuk pemuda yang cukup taat. Hal ini terbukti dengan sajadah yang dibawanya, serta dipakainya ketika kami sholat Isya berjamaah.


Sebagai sesame muslim aku merasa ia sebagai saudara. Untuk itu, aku membuka dompet, dan kulihat ada uang Rp 60.000,- didompetku. Uang itu tiga lembar dengan nilai 20 ribuan. Ku ambil Rp 40.000,- dank u panggil Untung menitipkan uang tersebut kepada sang musafir. Aku tak mau langsung memberikan kepada musafir itu, karena ia sedang ngobrol dengan jamaah yang lain. Aku pikir, uang 20 ribu yang ada didompetku masih cukup untuk keperluanku satu dua hari ini.
Sebelum tidur aku selalu memikirkan nasib musafir itu. Bagaimana kalau hal tersebut terjadi pada diriku atau keluargaku. Tentu bukan hal yang mustahil. Ada terbersit penyesalan dihatiku, kenapa aku sisakan uang didompetku. Kenapa tak kuberikan semua uang itu untuknya. Akukan masih bias bertahan, sebab keperluan sehari-hari sudah dipersiapkan lebih dahulu. Aku yakin biaya yang diperlukan agar musafir itu sampai ke rumahny tentu tak sedikit. Paling tidak diperlukan duit 200 ribuan. Semoga saja ada muslim yang lain, yang bisa membantu musafir itu. Wahai sang musafir, maafkan aku yang tak maksimal membantumu hingga engkau sampau dirumahmu. Semoga sekarang engkau tentram berada ditengah-tengah keluargamu. Ya Allah … maafkan hamba-Mu yang lalai dengan saudaranya ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar