Rabu, 22 September 2010

Ketika Khatib Nggak Pakai Tongkat


Sudah berkali-kali saya diminta untuk menjadi khatib di masjid Al-Ikhlas. Tidak disitu saja, dimasjid Nurul Imanpun saya sering diminta jadi khatib. Namun, Antara masjid Al-ikhlas dengan masjid Nurul Iman ada sedikit perbedaan. Perbedaan tersebut, di Nurul Iman menggunakan podium, sedangkan di Al-Ikhlas menggunakan mimbar. Demikian pula, pada saat khutbah, di Al-Ikhlas menggunakan tongkat sedangkan di Nurul Iman tidak.
Sebagaimana tradisi NU, apabila khatib yang sadang berkhutbah harus memegang tongkat yang sudah disiapkan. Tongkat tersebut, ada yang kecil yang terbuat dari rotan, ada pula yang besar dan berat serta terbuat dari kayu ulin. Bayangkan saja kaual tongkat tersebut terbuat dari kayu ulin dan sebesar tangan kita, tentu sangat merepotkan bagi khatib ketika berkhutbah.
Masjid Al-Ikhlas sebenarnya bukan khusus masjid NU atau masjid Muhammadiyah. Namun tradisi yang digunakan di masjid ini mlebih banyak menggunakan tradisi NU. Sebab, kebanyakan jamaahnya memang lebih condong ke NU.
Sudah tiga kali ini, ketika berkhutbah aku tidak menggunakan tongkat. Pertama tongkat itu aku pegang ketika khutbah pertama, dan itupun diberikan oleh seorang bapak-bapak. Ketika melihat aku tak pakai tongkat, bapak tersebut tergopoh-gopoh maju mendatangiku dan memberikan tongkat itu kepadaku. Bapak itu, yang aku tak tahu namanya, menjepitkan tongkat itu diantara jari-jari kaki kiriku. Karena besar, tentu tak terlalu muat ked lam jari. Ada rasa sakit ketika tongkat iti dipaksakan masuk. Setelah khutbah pertama itu selesai, dan dilanjutkan dengan khutbah kedua, tongkat itu tetap aku pegang. Belakangan, bapak itu berasal dari suku Banjar, dan saat iti sedang berjualan bahan dan alat pertaian disekitar pelabuhan Kasongan.

Pada jumat lainnya, aku kembali dipercayakan menjadi khatib kembali. Kali ini aku juga tidak memegang tongkat. Pada saat khutbah baru akan aku mulai, datang lagi seorang bapak yang kali ini sering dipanggil dengan Bapak Miang. Beliau ini termasuk tetanggaku walaupun rumahnya agak jauh dari rumahku. Bapak Miang ini memberikan tongkat, tapi tidak menjepitkan diantara jari kakiku. Tongkat itu aku pegang sampai khutbah pertama selesai. Pada saat khutbah kedua, tongkat itu tak aku pegang lagi. Sungguh repot rasanya memegang tongkat sambil memegang kertas khutbah.
Pada jumat minggu kemaren (17/9), aku kembali menjadi khatib. Rana yang bertugas menyusun daftar khatib mengabarkan bahwa pada hari jumat itu merupakan giliranku menjadi khatib. Benar saja, ketika jadwal khatib yang telah dibagikan, tertera namaku pada jumat itu. Segala sesuatunya telah kupersiapkan dengan baik. Aku kembali naik mimbar dengan tidak menggunakan tongkat. Pada khutbah pertama, terlihat diantara jamaah ada yang berbisik. Mungkin mereka membicarakan aku yang khutbah tak pakai tongkat itu.
Pada jumat ini jamaah hanya berbisik saja. Mereka tak ada satupun yang maju mengambil tongkat yang tergeletak disampingku. Wanda terlihat berbisik dengan andi Baso. Damiri mencolek pinggak Bapak Miang, mungkin menyuruh Bapak Miang mengambil tongkat dan menyerahkannya padaku. Tapi dengan sedikit gerakan, Bapak Miang memberi isyarat untuk tidak melakukannya. Sedangkan disisi lain, Fahtar Eko Wahono berbisik pula dengan Rana, mungkin maksudnya agar Rana memberikan tongkat itu padaku. Sambil membacakan khutbah aku lihat Rana hanya tersenyum saja.
Sampai saat ini aku belum pernah mendengar diantara jamaah masjid Al-Ikhlas yang mengomentari serta memprotes tindakanku itu. Bahkan Damiri yang hamper tiap hari bertemu dimasjidpun tak pernah berbicara langsung denganku tentang khatib yang tak pegang tongkat. Aku diam saja. Aku rasa mereka juga berusaha mencari hadits tengan rukun, dan syarat khutbah. Mungkin sampai sekarang masih belum menemukan hal tersebut, maka tak ada yang menegurku secara langsung.

Sepengetahunku, Syarat dan rukun khutbah antara lain adalah : 1) Khutbah dilakukan sebelum sholat jumat. 2) Niat. 3) Disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh para jamaah. 4) Antara khutbah satu dengan khutbah yang kedua dalam satu waktu. 5) Disampaikan dengan suara yang keras. Sedangkan rukun khutbah yaitu : Memuji kepada Allah SWT. 2) Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW pada khutbah pertama dan kedua. 3) Berwasiat atau berpesan untuk melakukan ketaqwaan kepada Allah SWT. 4) Membaca satu atau sebagian ayat Al-Qur’an. 5) Berdo’a untuk kebaikan dan ampunan bagi orang-orang yang beriman.
Salahkah khatib yang sedang berkhutbah tidak menggunakan tongkat ? Sampai saat ini aku masih belum menemukan dasar penggunaan tongkat bagi khatib yang berkhutbah. Apabila tongkat itu wajib dan merupakan rukun serta syaratnya khutbah tentu semua khatib menggunakannya. Tetapi begitu banyak khatib yang tidak pegang tongkat saat memberikan khutbah. Dan sampai saat ini, aku belum mendapatkan hadits-hadits tentang wajibnya pegang tongkat. Mungkin diantara pembaca ada yang lebih tahu ?  pengalaman unik yang tak semua khatib bisa mengalaminya.

1 komentar:

  1. http://m.eramuslim.com/ustadz-menjawab/hukum-pakai-tongkat-ketika-khatib-naik-mimbar.htm

    BalasHapus