Minggu, 14 November 2010

Membentuk Masyarakat Pembaca

Masyarakat dengan tingkat intelektualitas tinggi akan berbeda dengan masyarakat yang berintelektualitas rendah. Hal ini terlihat dari beberapa Negara yang sudah maju dan kebiasaan membaca yang tinggi. Demikian juga dengan kemampuan melek teknologi, masyarakat maju tentu lebih melek dibandingkan dengan masyarakat yang masih terkebelakang. Kemampuan membaca tentu berbanding lurus dengan kemajuan suatu bangsa. Karena itu, bila suatu bangsa ingin maju, maka yang pertama harus dilakukan adalah membiasakan masyarakatnya gemar membaca. Amerika, Rusia, Inggris, Perancis, Jepang, dan berbagai Negara maju lainnya, masyarakatnya memiliki kebiasaan membaca yang baik. Tak terkecuali ibu rumah tangga, pegawai swasta, tukang kebun, sampai kepada pejabat pemerintahnya memiliki kebiasaan membaca yang baik. Tak heran pula bila kita mendapati orang-orang di segala usia membaca buku di taman, di terminal atau halte, apalagi di perpustakaan. Itulah modal Negara-negara maju dalam membangun negerinya. Akankah Negara kita seperti pula ?

Membentuk masyarakat pembaca memang tidak mudah. Diperlukan keteladanan dari semua orang agar terwujud. Pemerintah kepada masyarakatnya, orang tua kepada anak-anaknya, guru kepada siswanya, dan sebagainya. Bila tak ada keteladanan, mustahil hal itu akan terwujud. Keteladanan ini sangat penting, mengingat bahwa manusia lebih banyak mencontoh manusia lainnya yang sudah baik dan maju. Bila pemerintah hanya pandai mengajak dan menyuruh saja, akan sulit terbentuk masyarakat gemar membaca. Orang tua tidak hanya menyuruh anaknya membaca, tetapi dengan memberikan contoh dengan membaca buku. Bila orang tua saja tak pernah terlihat pegang buku, majalah, atau Koran, jangan berharap anak mau mengikuti perintah orang tua untuk membaca. Ketika anak bertanya “apa manfaatnya membaca ?” orang tua yang tak gemar membaca tentu kelabakan memberikan jawaban.
Untuk membentuk masyarakat pembaca, ada beberapa prasyarat yang harus diperhatikan. Prasyarat tersebut meliputi : ketersediaan buku, distribusi yang merata, kampanye yang intens, dan lain-lain. Ketersediaan buku menjadi masalah yang sangat pelik. Di satu sisi kita menginginkan buku tersedia dalam jumlah yang cukup, disisi lain, biaya penerbitannya cukup mahal. Sehingga, harga bku menjadi mahal pula. Hal ini berdampak pada kemampuan kita menyediakan buku sangat terbatas. Akibat keterbatasan buku ini membuat kita malas untuk membaca. Selain itu, distribusinya pun tidak merata. Buku-buku banyak beredar di kota-kota saja, sedangkan di desa atau di pelosok sangat kurang, bahkan tidak tersedia. Hal ini disebabkan oleh jumlah buku yang memang kurang, serta kendala transportasi yang menyebabkan distribusinya tidak merata. Kendala letak geografis sering menjadi alasan buku-buku tersebut tidak sampai ke desa, atau pelosok. Sementara itu, kampanye tentang manfaat membaca hanya dilakukan secara sporadis. Kampanye hanya dilakukan dalam waktu-waktu tertentu. Bahkan, biaya kampanye gemar membaca lebih kecil dibandingkan dengan iklan rokok.
Sulit mendapatkan masyarakat ideal di tengah-tengah masyarakat yang serba kekurangan. Informasi yang diharapkan mampu mengubah manusia menjadi lebih baik hanya terbatasa pada daerah-daerah tertentu. Sedangkan masyarakat pedesaan masih belum dapat memanfaatkan informasi tersebut dengan baik. Buku yang diharapkan menjadi sumber informasi menjadi barang yang sangat mahal dan langka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar